Manusia hidup bergantung dari udara, makanan, tanah dan alam jagat raya sekitamya. Faktor tersebut memberikan pengaruh kuat bagi hidup dan kehidupannya menuju obyek yang material. Ini bisa diraup dengan ilmu pengetahuan. Sedang ilmu itu sendiri tak bakal dimiliki, tanpa melalui kecerdasan otak dan kecakapan nalar pikir. Fungsi otak sebagai pusat syaraf, merupakan jaringan butir sel yang sangat halus, rumit dan asketis. Setiap kemajuan yang diperoleh adalah melalui penalaran akal sehat serta penelaahan pikiran yang kritis.
Karenanya, bagi para pemimpin sekecil apapun sebagai khalifah di bumi, perlu mencermati dan meneliti gerak-gerik daya otaknya, agar setiap langkah dan tindakannya dituntut pikiran yang sehat dan jernih.
Lantaran otak menjadi pusat urat syaraf Graoto Hersen. Urat syaraf tersusun dari kumpulan sel sel yang berbilliun jumlahnya. Fungsi syaraf menjadi perantara yang menerima kesan-kesan perangsang yang datang dari luar tubuh, langsung disampalkan kepada otak. Ilinu Psikologi dan Anatomi menyebutkan bahwa otak besar itulah yang mengatur dan mengendalikan langkah dan perbuatan nianusia. Sebab setiap sesuatu yang terjadi di luar tubuh, mustahil dapat diketahui dan disadari sebelum peristiwa itu disampalkan oleh urat syaraf kepada otak besar. Banyak pakar mengemukakan, puasa dapat mengobati berbagai penyakit seperti diabetes, maag, gangguan usus, gangguan pencernaan, sakit jantung, kegemukan, paru-paru, lemah badan atau tekanan darah tinggi. Tapi banyak pula orang beranggapan bahwa puasa penyebab menurunnya prestasi kerja berkurangnya konsentrasi dan melemahnya tenaga.
Padahal kita meyakini, justru berpuasa salah satu cara menuju sehat. WHO Expert Committee mengartikan sehat ialah terdapat keseimbangan yang optimal, baik fisik, psikis maupun sosial. Jadi tidak hanya sekedar bebas dari penyakit lahiriyah, kelemahan dan cacat. Tetapi sehat adalah keseimbangan dan keserasian jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi antara fisik dan psikis. Keseimbangan merupakan prinsip dasar Islami. Agama Islam adalah agama yang sederhana, mudah, kompleks dan universal. Ia memberikan tuntunan kepada ummatnya untuk hidup sederhana tapi bersahaja.
Dalam al Qur#039;an termaktub prinisip ini dalam ungkapan:
“Makan dan minumlah, tapi jangan melampaui batas, karena Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. (Q.S. al A’raf. 31)
Jika manusia kelewat tebal jasadnya, maka kekuatan ruhaninya akan melemah atau sifat kehewanannya mengalahkan sifat ruhaniahnya..
“Makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang”
“Kejarlah duniamu, seolah kau hidup terus dan kejarlah akhiratmu seolah-olah kau akan mati esok hari”
Jadi prinsip keseimbangan ini dapat dilakukan dengan latihan, kebiasaan sehari-hari. Kiranya puasa di bulan Ramadan, adalah tepat untuk pemusatan latihan agar jiwa mempunyai disliplin yang kuat, mental terbina mapan dan ruhani yang murni. Sewaktu perut kenyang, banyak darah tersalur untuk melakukan proses pencernaan, dan selagi puasa, ketika perut kosong, volume darah ke bagian pencernaan dapat dikurangi dan dapat dipakai untuk keperluam lain, terutama untuk melayani otak.
Zat makanan yang telah tersaring bersih (dari usus panjang) lalu oleh jantung disalur-sebarkan ke seluruh tubuh dan disaat itulah sel-sel menerima makanan.
Itulah sebabnya, meski manusia memerlukan makanan harus disesuaikan dengan kemampuan tubuhnya, gizi yang memadai, sehingga kerja sel tersebut berjalan lancar, demikian juga kemampuan otak selaras.
Namun, apabila perut manusia selalu dipenuhi makanan berlebih, maka sel-sel tadi akan kebanjiran zat makan, berakibat urat syaraf menjadi lemah, kerja otak terhambat dan mundur. Sebaliknya bila kita memberikan waktu sesaat bagi perut dan lambung untuk membersihkan bermacam-macam kotoran yang setahun penuh bermukim di dalamnya, maka kerja otak kita bertambah giat dan cepat sehingga menimbulkan daya yang sanggup memecahkan berbagai persoalan tanpa rasa letih.
Cara berpikir yang energik ini menghasilkan buah berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan berpuasa, kita dapat mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan kemungkinan masuknya kuman-kuman kedalam lambung. Para ahli di bidang kedokteran mengakui bahwa perut sumber-sumber asal timbulnya penyakit:
“Perut adalah sumber penyakit dan pemeliharaanya merupakan obat yang paling utama “
Orang yang terlalu kenyang, mudah diserang rasa kantuk, malas, letih dan konsentrasi, kemampuan pikir menjadi kurang. Karena itu Rasulullah saw memberikan peringatan kepada umatnya. “Ilmu dan akal tidak mungkin ada bersama lambung yang penuh dengan makanan”. Nabi Muhammad juga bersabda “Perut semisal kolam air dalam badan manusia, dan pembuluh dari pergi kesana untuk diisi” Kalau perut itu sehat, maka kesehatan yang dibawa kembali oleh pembuluh-pembuluh itu. Tapi sebaliknya kalau perut itu sakit, penyakitlah yang dibawanya”.
Otak adalah titik sentral di dalam organ tubuh manusia untuk berfikir, belajar dan bekerja. Ini berartl bahwa selama lambung kosong, sewaktu berhenti sejenak dari kerja keras selama setahun, cara berpikir kita lebih cemerlang.
Jadikan puasa kita yang lengkap, fisik, psikis, dan kejiwaan. Melatih ketenangan bain, menumbuhkan akal pikiran yang sehat, mengendurkan ketegangan, stress, mensirnakan iri, dengki, hasud dan cela lainnya.
Tak pelak lagi kemashuran para ulama atau para pengarang yang melahirkan karya karya bermutu justeru pada bulan Ramadhan. Juga tokoh politik yang berpuasa dalam tahanan, acapkali membuahkan tulisan tulisan yang berharga.
Dengan berpuasa, sebenarnya tak bakal melemahkan fisik seseorang atau menyebabkan kekurangan gizi. Sebab tubuh manusia hasil cipta Allah teknologi maju yang tak tertanding. Tubuh kita mampu bertahan beberapa hari tanpa makan dan minum, sebab hidrat arang, lemak atau protein merupakan persediaan yang cukup lama.
Ini berarti tepatlah apabila dikatakan bahwa puasa itu menghidupkan pikiran dan penglihatan mata hati.
“Apabila perutmu penuh sesak dengan makanan, tidurlah pikiranmu, luluhlah hikmah dan berhentilah anggotamu dari beribadah kepada Allah Rabbul `alamin dan hilanglah kebersihan hati, dan sebenarnya kehalusan pengertian yang dengan keduanyalah diperoleh kelezatan dan berkasnya dzikir pada jiwa.”
Memang sesuatu yang dihasilkan kecerdasan otak, secara empirik belumlah dikatakan yang benar atau murni, sebelum dilengkapi keberhasilan ruhani atau budi pekerti. Kecakapan otak hanya sebatas obyek yang nyata yang bisa diraba dan disaksikan oleh pancaindera lahir yang riil, korporil, logis dan positif. Hasil penalaran pancaindera lahiriah semata mata akin menimbulkan bermacam�macam aliran serba benda, semisal rasionalisrne, pragmatisme, positivisme, materialisme dan sebagainya. Bahkan masih juga berlanjut penyelidikannya mengenai ke Esaan Tuhan hanya berdasar pada olah pikir lahiriah semata, menumbuhkan kepercayaan adanya Tuhan yang berbentuk, berupa, berukuran atau berwujud. Bahkan jika pengamatannya itu tiada menemukan Tuhan, niscaya ia ikan mengatakan Tuhan itu tak ada (Atheis).
Sementara beranggapan, hasil pemikiran yang didasarkan hanya pada akal saja, logika dan bukti pastilah tidak akan bebas dari pengaruh nafsu. Dalam buku “der Mensh Gezund und Krank” (hal. 170) Dr. Fritz Khant menyebutkan, “dis Stanganhen sind der sits der instinkte” artinya pangkal otak itu pusatnya nafsu. Sedangkan fungsi nafsu umumnya saling bergetar dengan setan yang menjelmakan tindakan jahat dan buruk.
Dalam al-Qur’an surah Yusuf ayat 55 berbunyi:
“sesungguhnya nafsu (kerjanya) menyuruh kepada kejahatan. “
Jadi, manakala cara berpikir cuma didasarkan atas kecakapan tubuh lahir tanpa memperoleh daya dukung otak batin yang transenden, maka akan mewujudkan hasil yang serba “salah”.
Sebab hakikatnya ia akan mengingkari peristiwa yang tidak dapat ditimbang, diukur, yang tak mampu disaksikan oleh pancaindera, meski bukti buktinya selalu berkembang. Dan kalau dikaji lebih dalam lagi, pastilah gerakan pikirannya bertumpu pada pengaruh keinginan mementingkan diri sendiri, angkara murka, tamak serakah, bahkan nafsu kanibalisme dan semacamnya. Akibatnva, ia tak bakal memiliki cita cita kiprah membangun bagi kesejahteraan umat, tapi kiat hidupnya hanya untuk kepentingan sendiri, mencari keuntungan sebanyak mungkin bagi gelimang kemewahannya. Umat atau bangsa yang demikian akan mudah sekali diperalat atau diperbudak bangsa lain yang memiliki kecerdasan olah pikir yang lebih memadai. Sisi lain yang unggul tentu mereka mampu menggunakan akalnya ditopang kebersihan ruhaninya atau budi pekerti. Budi bermakna kecakapan ruhaniyah dan pekerti ialah hasil kecerdasan otak (jasmani ragawi).
Tapak tapak perjalanan latihan spiritual dengan semangat jihad hanya keridhaan Allah Azza Wajalla, akan diperolah hasil kecerdasan otak dan kecakapan nalar pikir, membuahkan wujud kebenaran hakiki, lantaran kebersihan rohaninya dipanjatkan ke alam ilahiyat. Setiap sesuatu yang dibenarkan oleh akal belum tentu dibenarkan Rabbi dan setiap sesuatu yang disalahkan oleh akal belum tentu pula salah dalam pandangan Al Khaliq. Karena itu pula, titik tumpu kita, segala kejadian fenomena alam pastilah dikendalikan oleh sunnatullah. Surat Al Jatsiyah ayat 13 berbunyi:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripadaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat tanda tanda kekuasaan (Allah) bagi kaum yang berpikir. “
Jelasnya, ayat ini menyatakan bahwa seluruh jagat raya dan isinya akan ditundukkan Al Khaliq bagi umat manusia dengan sains yang diterapkan, dengan teknologi, yang akan diberikan kepada mereka yang mau melibatkan akalnya dan menggunakan nalar pikirnya.
Latihan spiritual yang maha akbar di bulan Ramadhan, cara terbaik mengutamakan kemapanan ibadat, berlomba dalam kebajikan dan berjuang melawan hawa nafsu. Akan terasa mumpuni, mengangkat harkat dari martabat, derajat insani, dua sisi yang diraupnya, akal dan budi, menjernihkan pandangan jiwa ruhani.
Tentang daya kerja sel sel dengan segala akibatnya yang diderita, dalam alam kehidupan manusia, lantaran perutnya (lambung) senantiasa dipenuhi makanan yang tak selaras dengan kemampuan ragawi. Dan sebaliknya, perut atau lambung yang tak selamanya dipenuhi makanan, maka sel sel dalam tubuh tak bakal menjadi lembab, bahkan terasa panas (suhu yang sehat) yang memacu kerja urat syaraf bertambah giat dan cepat yang menimbulkan daya tarik yang kuat pula. Sel sel yang menjadi panas akan menimbulkan pergeseran yang menumbuhkan daya tolak tarik “magnetische kracht” mempunyai aliran yang dinamakan tenaga listrik” yang berasal dari benda mati (materi) bisa dimanfaatkan di bidang teknik, sanggup menggerakkan atau mengangkat benda dan sebagainya. Semisal sebuah semprong lampu kalau digosok dengan secarik kain sutra atau woll maka ia mempunyai daya tarik (magnetik)
Daya tarik yang ditimbulkan sel sel tersebut, bukan seperti tenaga listrik teknik yang bisa kita lihat dengan pancaindera, melainkan tenaga listrik halus yang diterima oleh otak berupa sinar dan langsung dialirkan kearah budhi “Budhis lichaam”. Sinar inilah yang dinamakan sinar bathin “Unvending licht atau Hat subjective licht”.
Hakiki urat syaraf otak yang mengandung daya tarik listrik tadi akan menjelmakan daya nalar pikir yang memiliki kemampuan menangkap sesuatu yang ada di luar jangkauan akalnya dan lebih meyakinkan lagi mampu membuka tirai yang menutupi sesuatu persoalan atau peristiwa yang pada galibnya dipandang sulit dan pelik.
Kiranya manusia yang memiliki kadar cara berpikir berkualitas inilah yang sanggup menghadapi segala kendala dan memecahkan setiap persoalan tanpa merasa letih nalar otaknya, dan cenderung rasa cintanya terhadap segala macam ilmu pengetahuan. Seperti tak puas puasnya mereguk ilmu. Seperti ungkapan Rasul “Carilah ilmu mulai dari buaian hingga keliang lahat “
Nilai nilai pikiran yang demikian inilah yang bisa dimiliki oleh mereka yang lambungnya tidak selalu dipenuhi makanan atau dengan kata lain mereka yang menunaikan puasa yang dituntut oleh syara. Pada umumnya melahirkan para ulama, kyai ataupun cendekiawan muslim yang mumpuni serta tokoh tokoh bibit unggul yang dibanggakan.
Inilah bukti yang dipraktekkan Rasulullah saw, mendidik umatnya dengan berpuasa, mensucikan jiwa, menatap renung keheningan hati, satu satunya menelusuri jati diri, meski berawal dari bangsa Arab yang kala itu dikenal dalam sejarah sebagai bangsa “Jahiliyah” yang hidupnya hanya untuk hawa nafsu, yang oleh bangsa Persia dan Romawi Kuno dianggap suatu bangsa yang paling rendah derajatnya, bahkan lebih rendah dari “kambing dan onta”.
Maka berkat latihan dan pendidikan puasa yang diinjeksikan Rasulullah saw, dengan sekejap berbalik menjadi bangsa yang bermoral, memanjat ke alam kebesarannya, menjelma bangsa yang kuat jasmani dan rohaninya, memiliki kemampuan menciptakan dasar ilmu pengetahuan. Mereka tidak lagi tercela dengan sebutan kambing dan onta, namun berbalik menjadi bangsa yang berkuasa, malah negeri Persia dan Romawi yang semula menghina mereka, jatuh di bawah kekuasaannya.
Dengan tampuk kekuasaan yang diraihnya, sanggup pula memberikan pimpinan, pendidikan, pengajaran nilai tamaddun yang sangat bermanfaat bagi bangsa lain, yang sampai kini mengagumkan para pakar sejarah dunia. Dalam buku “The Spirit of Islam” menyebutkan, (Under the inspiring influences of the great Prophet who give them acot and nationality started from soldiers into scholars.” Dengan pengaruh pendidikan dari Nabi Muhammad saw yang menghidupkan suatu sistem kenasionalan mendirikan tentara, sehingga menjadi umat terpelajar dan intelek).
Mereka menyadari bahwa dengan berpuasa dapat menentukan kelebihan derajat manusia dari pada hewan, yakni otak dan budinya. Tapi ada manusia yang bersifat seperti binatang, yang tujuannya hanya “doyan mangan” (makan melulu) dan memuaskan hawa nafsunya belaka, maka tak mungkin mereka mencapai kemajuan, utamanya dibidang mental spiritual.
Sejarah bangsa bangsa, sebagaimana bangsa Babilonia, Macedonia dan bangsa lain yang mampu meraup kemajuan, lantaran mereka banyak mengurangi makan dan minum, meski dengan gizi yang seimbang. Mahatma Ghandi dengan puasanya menjadi senjata ampuh untuk mengusir penjajah.
Kemajuan suatu bangsa yang hanya didasarkan atas ilmu pengetahuan dan teknologi semata, tetapi menyangkal bahwa pendidikan ruhani (budhi) adalah mampu menjurus ke arah kebenaran hakiki dan kejujuran, maka rasa cinta terhadap sesama ataupun kepada makhluk di luar manusia dianggapnya tidak menguntungkan, keadilan hanya terdapat pada golongan yang lebih kuat dan berkuasa, penghargaan dan penghormatan hanya terdapat pada manusia yang bergelar, setumpuk harta kekayaan, kedudukan dan yang menyandang pangkat melulu.
Dari situ pulalah tercermin kemuliaan dan pujian yang nisbi hanya ditujukan kepada yang berwenang, sebab dianggapnya paling terhormat, walau cara berpikirnya hanya dituntut oleh rumus rumus kaku yang diperoleh dari akal dan kecakapan alat pancaindera lahir yang memuja obyek kebendaan atau kesenangan lahiriah, sedang budi dipandang kurang sesuai dengan intelektualnya, bahkan tidak selaras dengan tuntunan rumus patokan dari bayangan tiga dimensi atau tidak pas dengan logika ilmu bukti.
Paham yang bertalian dengan ilmu pengalaman di luar alam benda “metafisika” intuisi, inspirasi ataupun ragam transenden yang tak bertepi, dianggapnya hanya suatu “impian yang mustahil”. Bahkan dikatakan sebagai tahayul, nonsen atau sulapan, tidak terangkum oleh akal. Yang dipercayanya hanya buah pikiran otak “verstand” dan harus bebas leluasa, sedangkan mahkluk mahluk hidup yang bertebaran di jagat raya disangkalnya.
Buat menghindari sistem berpikir yang demikian ini, sepatutnyalah disadari bahwa dalam setiap diri pribadi manusia, sebagaimana diuraikan terdahulu, memiliki otak batin dan otak lahir “sensus interior dan sensus exterior” Dalam buku “uber deas Wewen and den Ursprung des mensechen (hal.30) oleh Shoeseki Kaneko menyebutkan, “Die Volvermontft bersthtaus zweizeinten, Namlich erzens aus den auf die obyekte welt bersogenen Kentnissen”. Budhi mempunyai dua fungsi, yang pertama, menerima daya daya pikiran yang mengandung unsur ilmu pengetahuan lahir dan yang kedua, ialah ilmu pengetahuan mutlak dasar hakikat kehidupan.
Puasa sebagai institusi disiplin spiritual moral dan fisik yang menerawang ke alam ilahiyat, adalah tujuan mulia mencapai tingkatan spiritual manusia yang paling tinggi. Kesempuranaan perjalanan ruhani puasa di bulan Ramadhan, adalah lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai ditekankan dalam hadits:
“Barang siapa yang berpuasa dalam bulan Ramadan dengan percaya kepada Ku dan mencari keridhaan Ku …
Kiranya ibadah puasa yang paling intens cenderung menumbuhkan kesadaran dekat kepada Tuhan dan hadirnya Allah. Dimana mana Allah senantiasa melihat hamba-hambaNya dalam segala tingkah laku pokal. Inilah yang menjadi tumpuan disiplin spiritual yang tinggi, kebangkitan jati diri dalam kehidupan spiritual pula.
Karena tubuh jasmani yang dimiliki otak dinamakan otak lahir, maka tubuh ruhani pun mempunyai otak batin. Ragawi disebut “badan kasar” dan tubuh ruhani dinamakan “badan halus”. Untuk mengetahui susunan dan bagian bagian kasar, dibutuhkan acuan pendalaman ilmu Parasit, Anatomi, Biologi. Dengan perantara ilmu tersebut, akan diketahui gerak-gerik aku lahir dan aku batin, ” sehingga disadari bahw di dalam pusat badan halus terdapat bagian yang terpenting yang disebut otak batin atau Budi sebagaimana sabda Rasulullah SAW
“Dalam tuhuh manusia ada segumpal daging, kalau daging itu baik niscaya balk pula seluruh tubuh dan kalau ia jelek, maka jelek jua seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah Kalbu”.
Yang dimaksud kalbu dalarn hadis ini adalah jantung lahir yang terletak di badan “kasar” yang harus dialirkan ke jantung ruhani badan “budi”. Fungsi jantung jasmani memompakan darah keseluruh tubuh. Sedangkan fungsi jantung ruhani memompakan bion bion ke segenap penjuru tubuh rohani (badan halus).
Jantung lahir mempunyai otak, menverap obyek ke arah yang rill coorporil (nyata) berbentuk materi yang logis diraba pancaindera. Jika otak lahir menerima daya daya memancarkan sinar-sinar abstrak, yang kemudian diserap otak lahir, sehingga otak lahir akan diliputi daya daya (sinar) dari otak batin yang tidak selaras dengan getaran getarannya.
Proses penyerapan sinar yang diperoleh otak bathin inilah yang dinamakan “ilham” atau intuisi yang dibuahkan mereka yang berbudi dengan bias dan watak yang sempurna. Hal ini sesuai pula yang disebutkan dalam hadits tentang esensi puasa adalah nilai spiritual dan moral.
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan dusta dan perbuatan yang palsu, Allah tidak memerlukan usahanya meninggalkan makan dan minumnya.”
Agaknya hal ini pula merupakan perintah agama. Semisal orang yang melakukan shalat dan tidak memperhatikan arti hakiki dan tujuan shalat itu, maka ia akan terkutuk. Dalam memahami aspek ajaran Islam oleh Prof. Mukti Ali, juga dikemukakan segi etis dari puasa.
Dalam sebuah hadits dijelaskan sebagai berikut:
“Puasa adalah suatu tameng muka, orang yang berpuasa hendaknya jangan bicara kotor, atau melakukan pekerjaan yang jelek, atau apabila ada orang yang menyakiti atau bertengkar dengannya atau pun memakinya, hendaknya ia berkata: saya sedang berpuasa”.
Dalam pandangan Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, puasa akan kehilangan nilai, bukan hanya Iantaran orang makan dan minum, tetapi karena ia dusta, berkata kata kotor, menggunjing, melakukan perbuatan yang tidak baik dan tingkah laku yang tidak baik yang mengakibatkan dosa.
Maka jelaslah jikalau jantung Iahir menerima sinar dari jantung bathin (budi) akan baiklah semua tubuh karena dihiasi kesempurnaan dan keluhuran akhlak yang mulia. Itu pulalah yang dimaksud dengan Hadits Nabi yang mengajak manusia agar berbudi luhur dan terpuji, sehingga mampu menerima intuisi dari Allah Rabbul ‘alamin. Sebab manusia yang berbudi mampu menangkap petunjuk Ilahi.
Intuisi adalah pikiran yang bersih yang diperoleh dari olah pikir yang ditingkatkan oleh alam Tuhan yang menjadikan manusia yang infra dan supra intelektual dan berabstraksi.
“Bertafakur hanya dapat dilakukan kalau kondisi lambung (perut) dalam kondisi kosong, yakni dalam menunaikan ibadah puasa yang sebaik baiknya tak ubahnya seperti yang disebutkan dalam hadits. Puasa diibaratkan sebagai pengampunan terhadap dosa.
Orang yang berpuasa beriman kepada Allah dan berusaha untuk memperoleh keridhaanNya dan mernpunyai maksud yang ikhlas. Rasanya hati ini benar benar suci, bersih dari dosa, melambung menuju alam malakut atau ke alam Tuhan.
Kenyataan ini merupakan tanggung jawab terhadap mereka yang menganggap puasa itu hanya mendidik manusia menahan lapar dan kelemahan jasmani. Anggapan itu tinlbul dari mereka yang hidupnya hanya mengutamakan “makan dan minum” saja.
Tentu hal ini akan terasa naif, jika sekali tempo tidak mendapatkan makanan, lalu untuk mengisi perutnya akan merampas makanan apa saja tanpa peduli pemiliknya. Bahkan hewan yang lebih kecil dan lemah menjadl mangsa tanpa belas kasih, yang penting perutnya bisa kenyang.
Justru karena itu, manusia yang punya daya pikir dan perasaan ini, hendaknya mampu dan menjaga serta memelihara dengan sebaik baiknya. Agama memberi tuntunan untuk membatasi hawa nafsu agar tidak bersifat atau bertabiat seperti binatang, sebagaimana Flrman Allah SWT:
“Hendaknya kamu makan dan minum dan jangan melebihi batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melebihi batas” (Al- �Araf: 31)
Seruan makan dan minum ini tentunya dari miliknya sendiri yang diperoleh secara halal. Ada suatu ungkapan “Kullu Wasyrabu” yang bermakna ia mennggunakan bukan miliknya sendiri milik rakyat atau milik negara. Tingkah laku semacam ini jelas serakah atau sifat “lawwahmah”, egoisentris, bahkan dia nekat melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya sendiri. Na’udzubillahi min dzalik.
Dalam suatu perjalanan yang lebih nyata, penyakit egosentris, acapkali menggunakan golongan lain sebagai alat mempengaruhi atau menguasai sesuatu yang merupakan obyek. Seperti halnya kaum buruh dan tani yang dijadikan alat agar menimbulkan pertentangan antara buruh dari majikan, yang mengakibatkan penutupan perusahaan atau perkebunan, yang berbuntut pada pemutusan hubungan kerja dan terjadilah masalah pengangguran, yang berarti pula menambah kemelaratan dari penderitaan. Kegiatan nafsu yang demikian, sering dianut oleh faham kolonialis dan imperialis yang tak jarang oleh kecerdasan otak lahir tanpa didukung otak batin, maka dunia tak akan lolos dari segala ancaman kesesatan, pertentangan dan kekacauan.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Hajj 46
“Apakah mereka tidak menjelajah di bumi, padahal mereka mempunyai mata hati (otak batin) atau telinga (alat pendengar batin) yang mampu mendengarkan, maka sesungguhnya tidaklah buta alat pancaindera lahirnya akan tetapi buta pancaindera batinnya. “
Ayat ini menyinggung mereka yang tidak memperdulikan badan halusnya yang mempunyai pancaindera batin, tanpa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Otak batin akan melebihi kecakapan dengan daya daya tembus luar biasa. Sehingga bisa ditingkatkan ke alam yang abstrak yang memancarkan daya dayanya menuju ke alam ‘Tuhan – alam wahdaniyah’.
Otak batin hanya dapat dipancarkan daya tembusnya dengan jalan tafakkur “creatifermegen”, meditasi dan perenungan yang hakiki. Meditasi yang demikian ini dapat dilakukan dengan teratur dan tertib, latihan yang sungguh-sungguh, apabila seluruh alat pencernaan dapat beristirahat dengan sebaik baiknya manakala melakukan puasa di siang hari.
Dengan menunaikan ibadah puasa, maka daya pikir akan menerima pancaran daya yang dialirkan oleh “budhi”, sehingga terjadilah perpaduan yang harnionis antara daya otak lahir akan luluh sifatnya yang semula menjadi sentral nafsu nafsu, menjadi pikiran yang bersih dan murni yang disebut “religius instink” atau mutmainnah.
Menurut hukum kekekalan daya “Behound wet der energie”, tidak ada daya yang hllang lenyap tanpa berubah menjadi daya lain. Semisal, elektron yang kehilangan sifatnya sebagai elektron akan berubah menjadi sinar atau gelombang aether. Proses ini dinamakan “radio aktivitet”. Daya yang dapat meruntuhkan elektron menjadi aether dapat dinamakan daya radio aktif
Demikian juga daya otak lahir yang berpadu dengan daya otak batin, akan berubah menjadi daya lain yang disebut “badan budi” yang disebut juga “De Gesstelijke kracht”. Maka otak lahir yang semula berada di bawah pengaruh nafsu egosentris setelah perpaduan itu berubah sifatnya menjadi suci yang selalu mengandung ajakan untuk kebajikan, etis dan berkeadilan. Nafu egois ini berubah menjadi ikhlas.
Hasil bekerja otak yang demikian menjelmakan pikiran yang murni dan asli yang mengandung rasa perikemanusiaan yang dalam. Dan hasil pemikiran yang demikian akan mampu menghasilkan teori teori baru, menciptakan pendapat baru yang bermanfaat bagi seluruh umat mengenal kenyataan yang tidak diketahui oleh orang lain, mengetahui sesuatu tanpa analisa “empiris realitas”, disebabkan dalam cara berpikinya di dorong oleh pancaran yang dapat ditingkatkan ke arah kenyataan yang mutlak “het transendental”.
Dengan uralan ini dapat disadari betapa faedah dan hikmah puasa bagi kecerdasan otak dan kecakapan berfikir. Sekiranya umat Islam zaman ini dalam melakukan ibadah puasanya benar benar mencontoh jejak puasa Nabi dan para sahabat, yang dengan hasil puasanya mereka menjadi ahli pikir dan berhasil membina suatu negara yang demokratis yang belum pernah dicapai oleh bangsa-�bangsa sebelum mereka.
Maka, umat Islam di zaman ini sedikitnya setahun sekali dengan ibadah puasanya akan berhasil menjelmakan ahli-ahli pikir yang infra dari supra intelektual, seniman yang genius, sastrawan dan pujangga yang mampu membentuk pembaharuan di bidangnya masing masing dan merubah rona dunia masyarakat orde baru dalam segala bidang pembangunan material dan spiritual sesuai dengan program Pemerintah yang terus kita laksanakan. Dalam hal ini Umat Islam berperan sebagai tenaga penggerak “driving force”.
Dr. Lord Stoddart dalam bukunya “‘The New World of Islam” menyebutkan Muhammad adalah pembangun ruhani yang hebat, seorang ahli strategi, pemimpin umat, politikus ulung, ekonom serta sebagai seorang yang sosialis demokrat, beliau menolak segala pujian yang diberikan atas diri pribadinya.
Juga dalam buku “Hero is a Prophet”, Thomas Carlyle mengemukakan, “umat Islam yang telah rnenerima pimpinan bimbingan Nabi Muhammad saw kemudian berhasil mendirikan pemerintahan di Spanyol yang sangat mengagumkan di abad pertengahan, sedangkan bangsa Eropa kala itu masih diliputi kebodohan.”
Sementara dalam buku “The Law Quartely”, Prof. Vaswani mengatakan: “Dengan wahyu Allah Yang Maha Pemurah, agama Islam menjadi suluh kemajuan di Afrika, Cina, Asia, Eropa, Persia dari Hindustan, sedang Eropa masih tidur nyenyak, kemudian umat Islam membangkitkan dan memberi bimbingan bagi mereka “
Dalam New Internationale Encyclopaedie disebutkan “Dunia sekarang harus banyak terterima kasih kepada Islam, sebab merekalah yang mempelopori kemajuan dunia.” Umat Islam telah membangun gedung-gedung yang mengagumkan dunia seperti Taj Mahal dan AI Hambra yang kondang kolaka itu.
Mereka itulah yang mula-mula menemukan Aljabar, Ilmu Hitung, Kimia dan obat-obatan. Mereka yang pertamakalinya mendirikan Universitas di Baghdad, sehingga rombongan dari luar negeri, utamanya dari Eropa datang kesana untuk menjadi murid umat Islam.
Dalam Encyclopaedia Britannica menyebutkan, “Islam telah lebih dulu mengarang bermacam macam buku yang kemudian dikutip orang seantero jagat hingga sekarang. Di Cairo mereka telah mendirikan perpustakaan yang kondang di dunia. Sedangkan di masa itu London sebagai tempat yang kotor dan jelek, serta jalan-jalannya berbau busuk, padahal orang Islam mendirikan Cordova yang terkenal lantararan keindahan gedung gedung dan kebun kebunnya yang menawan.”
Juga dalam buku “Ottasen’s Eenvondige Wereld Geschidemis. Dr. Kernkamf menulis “Orang Islam menjadi dokter yang pandai dan ahli ilmu pengetahuan. Mereka itulah yang pertama kali mengarang angka satu sampai sepuluh yang digunakan hingga sekarang. Mereka sudah berhasil membuat dari meracik obat obatan, menciptakan penerangan (lampu) di jalan, mendirikan masjid dan istana yang indah, bercocok tanam, sedanlgkan orang Eropa mendapat beras dari orang Islam.”
The roman Empire oleh Edward Gibson menyebutkan, bahwa dunia baru dibangun oleh Muhammad yang dianut oleh sejumlah 450 juta manusia di atas dasar spiritualitas.
Pujangga Barat lain berkata: “Long before the French revolution, Islam stood for liberty, equality and, Fraternity (lama sebelum Revolusi Perancis. Islam telah berdiri tegak dalam kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan).
Demikianlah hasil karya yang dihasilkan oleh kecakapan otak lahir dan kecerdasan otak bathin yang dimiIiki oleh umat Islam di zaman Nabi dan Khulafaurrasyidin serta ahli falsafah dengan melakukan puasa. Cobalall kita simak dan teliti biografi orang orang besar dan kalangan intelektual yang genius, tentu akan diketahui bahwa dalam hidupnya senantiasa berpuasa.
Seorang cendikiawan Barat yang masuk Islam mengatakan “First satisfy your intellect through sound reasoning, Faith will automatically spring up” (Terlebih dahulu hendaklah diselidiki dan ditimbang secara mendalam sehingga hasil pemikiranmu dapat memuaskan dan keyakinan “iman” otomatis akan datang sendiri).
Demikianlah rahasia puasa yang sanggup mencetak manusia menjadi intelek dan berkeprimanusiaan yang tinggi dan berkepribadian menuju kebahagiaan lahir dan batin yang sangat besar sekali manfaatnya kepada sesama mahluk hidup, masyarakat, bangsa dan negara.
Seorang ahli kesehatan berkata “Pencernaan itu adalah pusat penyakit dan berpantang itu adalah pokok obat.” Ada yang berpendapat bahwa susunan kata tersebut adalah hadits Nabi, sehingga sementara ulamapun berpendapat demikian, sebenarnya bukan sabda Nabi, melainkan pitutur seorang shalih zaman dahulu.
Dalam buku Al Lu’lu Marshu halaman 73, Imam Zarkasyi berkata, ucapan itu tidak bersumber dari pada sabda Nabi, melainkan ucapan seorang tabib.
Peribahasa Latin menyebutkan: Plenus Venter non student it benter yang artinya: perut yang penuh makanan sukar belajar. Dan itulah sebabnya Napoleon Bonaparte mengatakan “Obatku adalah puasa.”
Sabda Nabi Muhammad saw.:
“Makan banyak adalah penyakit dan berpantang adalah pangkal semua obat. “
Untuk membuktikan kebenaran sabda Nabi tersebut, dibutuhkan penelitian dari cabang ilmu kesehatan misalnya, ilmu urai (Anatomi), ilmu pengobatan serta ilmu ilmu obat obatan, ilmu sebab-�sebab penyakit (Aetiologi). Ilmu asal datangnya penyakit (Pathogeni), ilmu ketentuan hilangnya penyakit (Prangnostik).
Sekali saja Nabi bersabda dibutuhkan penelitian dalam bermacam ilmu padahal beliau adalah orang awam tidak pernah belajar berguru. Namun setiap Sabda Nabi selalu menjadi pengasuh dan pendorong kepada umatnya agar memanjatkan pikiran ke arah ilmu pengetahuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena setiap ayat Al-Qur’an dan Sabda Nabi bila tanpa dianalisa segi ilmu pengetahuan, baik yang eksak ataupun yang abstrak tentu akan dijumpai kekaburan dan akan menyimpang dari tujuan hakiki
Sabda Nabi itu menerangkan bahwa makan banyak adalah penyakit atau dengan kata lain perut itu adalah sentral penyakit, yang pada saat tertentu harus diistirahatkan daripada makanan, yaitu dengan “berpuasa”
Kalau kita coba menganalisa Sabda Nabi tersebut maka dapat ditarik tiga kesimpulan. Pertama orang yang sedang berpuasa perutnya dalam keadaan kosong akan menyebabkan kosongnya zat zat makanan di dalam usus kecil. Oleh karena itu darah terpaksa menghisap zat zat yang basah dalam usus dan perut sebagai gantinya
Orang sang sering mengalami keadaan yang demikian pada umumnya mempunyai daya penglihatan tajam, gerak cepat serta memiliki kecakapan menganalisa persoalan dengan mudah.
Kedua, setelah zat zat yang basah yang siap dihisap oleh darah tadi hilang, maka usus dan perut menjadi kering dan panas, semisal dengan mesin kalau kehabisan air menjadi kering dan panas.
Orang yang dalam keadaan demikian biasanya rnempunyai sifat sederhana dalam segala hal, bertindak tegas dalam mengambil keputusan. tanpa sikap ragu ragu.
Ketiga, usus dan perut yang dalam keadaan kering tadi, maka lendir yang berada dalam usus dan perut akan menjadi hancur. Sebab lendir inilah yang menjadi sumber penyakit. Karena kalau lendir ini selalu bertambah banyak dalam perut dan usus akan menyebabkan timbulnya penyakit yang dinamakan “Muces zichten”. Dan jika seseorang dihinggapi penyakit ini, maka keadaannya bersikap pasif, rendah, dan lemah daya berpikirnya serta lambat dalam segala galanya.
Muces ziehten ini banyak jenis dan macamnya antara lain menyebabkan lemahnya pencernaan, karena makanan di dalam perut tidak lekas hancur halus lantaran licin oleh banyaknya lendir tadi yang mengakibatkan kerja syaraf otak dan tubuh menjadi lamban dan lemah.
Lambatnya kerja serat syaraf otak menyebabkan pikiran menjadi tumpul, sukar sekali untuk berpikir dan menerima pelajaran, sedangkan tubuh jasmani selalu terasa berat, malas dan lemah.
Jika penyakit ini tidak segera diatasi, boleh jadi akan menimbulkan berbagai penyakit lain, misalnya penyakit yang dalam bahasa latin dinamai “psoriasis” yakni penyakit supak (schilfrende huild zichte), penyakit mati palsu dan lumpuh (verlamming). Pada akhirnya akan menimbulkan penyakit demam selama seminggu berturut turut tanpa panas. Akan tetapi sesudah timbul panas yang bergelora dari perut naik ke otak sehingga meliputi seluruh tubuh dan pada umumnya membawa rnaut.
Demikianlah bahayanya penyakit yang disebabkan perut yang selalu kebanjiran makanan, bukan saja terhadap tubuh jasmani tetapi juga akan menimbulkan perubahan tabiat yang tidak baik.
Untuk menghindari timbulnya penyakit ini tidak ada lain, kecuali dengan pada suatu saat perut harus beristirahat atau dengan kata lain puasa. agar supava lendir dalam usus dan perut menjadi hancur. Maka dengan melakukan puasa, tubuh jasmani dan tabiat akan menjadi sehat.
Kiranya kalau kita simak hadits Nabi tersebut, betapa pentingrlya melakukan puasa yang sampai sekarang ini menjadi perhatian dan penelitian para pakar ilmu, utamanya ilmu kedokteran-kesehatan.
Sabda Nabi:
“Hendaklah kamu berpuasa, niscaya kamu sehat. “
Yang dimaksud dengan puasa menurut batasbBatas yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Hakikat puasa pada hadits ini, ialah puasa yang menurut batas batas yang ditetapkan oleh AIIah SWT dan garis yang telah ditentukan Nabi Muhammad saw saw, yaitu berpuasa sebulan lamanya dalam setahun dan boleh ditambah diwaktu lain yang dinamakan puasa sunnah.
Menurut ajaran Islam tidak dibolehkan bagi penganutnya berpuasa terus-menerus. Karena kalau berpuasa yang demikian akan menimbulkan penyakit pula yang jelas luka dan infeksi dalam perut karena terlalu lama menderita lapar. Tentunya, hat ini tidak perlu direntang-panjangkan bagaimana bias dampak akibatnya.
Pada setiap agama tidak sama cara dan aturan di dalam melakukan puasa. Dalam Agama Budha berpuasa siang malam sampai beberapa hari lamanya tanpa berbuka sebagaimana puasanya Mahatma Gandhi selama 40 hari (siang/malam). Puasa semacam ini sangat berat, barangkali hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang saja.
Juga puasa orang Yahudi dan Kristen dengan syarat menahan diri dari makanan yang berdarah dan rempah rempah, akan tetapi pada waktu pagi di perkenankan makan sepotong roti yang memakai daging. Puasa demikian itu terlalu ringan.
Karena itu pulalah, maka Agama Islam mengambil jalan tengah puasa yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan, sederhana sesuai dengan kemampuan fitrahnya sebagai umat pertengahan sebagalmana firman Allah SWT:
“Demikianlah Aku (Allah) jadikan kamu umat pertengahan sebagai bukti kepada manusia.” (Al Baqarah 2:46)
Menurut ajaran Islam, dalam melakukan puasa tidak hanya diwajibkan menahan lapar dan haus semata, akan tetapi wajib pula menahan dan menutup segenap alat pancaindera dari segala macam pengaruh dan perbuatan maksiat, dan harus mampu mencegah gerakan tubuh maupun bisikan batin yang dapat menimbulkan pengaruh pada perbuatan jelek, tidak terpuji.
Jelasnya segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, baik dengan perantaraan mata, hidung, mulut, telinga maupun kulit, maka hasil tangkapan tadi adalah merupakan daya daya atau elektron bebas yang langsung masuk melalui indera masing masing. Kemudian daya daya tadi melakukan Process of Relay, lalu berubah menjadi arus listrik hidup “bio electrisiteit” yang terus mengalir ke pangkal otak sampai di pusat akan dan terus ke otak besar groate hersen. Yang kemudian menimbulkan kesadaran atau pikiran yang dinamai ruh pikir atau Anima Mentalis, ialah pikiran yang tersusun dari bioelectronen.
Oleh karena pancaindera terusun dari materi atau jasad kasar, maka segala sesuatu yang ditangkap olehnya tentu berupa serba benda, yakni keadaan yang nyata yang berbentuk materi, maka dengan sendirinya dalam pikiran menyimpan gambaran gambaran yang serba materialistis.
Sebagaimana diterangkan bahwa daya daya yang berada di pangkal otak menjelmakan nafsu (instincten). Oleh karenanya pangkal otak disebut “sentralnya nafsu” yakni pikiran yang materialistis, pikiran yang mempunyai obyek ke arah kebendaan semata dan keinginan yang mengandung daya daya kebencian kemurkaan dan sebagainya.
Setelah itu daya daya tadi mengalir ke dalam pusat kemauan yang disebut juga “pusat gerakan” atau motorische centrum lalu mengalir melalui urat syaraf dan akhirnya menuju ke otak untuk melakukan gerakan, perbuatan, tindakan dan semacamnya
Oleh karena daya daya pikiran tadi telah berpadu dengan daya daya nafsu maka daya daya itu mengandung sifat hewaniyah atau anima mentalis, sehingga hasil pemikiran yang demikian dipengaruhi oleh sifat sifat yang serupa dengan hewan.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa segala sesuatu yang didengar oleh telinga, yang dilihat oleh mata, yang dirasakan oleh kulit, yang dikerjakan oleh tangan yang digerakkan oleh kaki, yang terbayang dalam pikiran atau angan angan dan segala macam gerakan tubuh, semuanya itu bercampur dengan nafsu hewan, sebagai akibat proses yang berasal dari daya daya atau elektron bebas yang ditangkap oleh masing masing alat pancaindera yang mengalir dari urat syaraf kedalam otak.
Elektron adalah daya hidup tubuh, yakni tubuh membutuhkan elektron elektron bebas untuk hidupnya atau dengan kata lain: zat hidup harus ada pada elektron. Jadi elektron tidak membutuhkan pertukaran zat hidupnya, oleh karena itu ia memiliki hubungan langsung dengan pusatnya ialah Yang Maha Mutlak, Yang Maha Hidup dan Menghidupkan, yaitu Allah SWT.
Kalau elektron yang berada di dalam tubuh hanya digunakan untuk kebutuhan lahiriyah berupa benda, kekayaan, kemewahan, makan banyak dan enak tanpa diberi kesempatan untuk melakukan hubungan dengan asas pusatnya (Allah SWT), maka elektron tadi akan berontak. Ibarat masyarakat, rakyat dalam suatu negara yang tidak diberi kesempatan melakukan hubungan dengan pemerintah pusatnya, maka rakyat itu akan berontak karena tidak diberi hak asasi atas mereka.
Adalah mafhum belaka bahwa nafsu itu mengandung ajakan yang dapat disamakan dengan instink hewan, antara lain instink lapar instink menghindarkan diri atau mencari perlindungan, instink loba instink tamak, instink berkelahi, berperang, dan semacamnya.
Semua nafsu tersebut adalah berbentuk api yang abstrak yang mengandung ajakan berupa keinginan yang berkobar untuk menyampaikan maksudnya, tak ubahnya bagaikan api yang berkobar untuk menjilat apa saja yang berada di sekitarnya.
Api yang abstrak itu hanya mempunyai hubungan saling menggetar resonansi dengan mahluk yang tersusun dari api yang abstrak, ialah iblis dan setan.
Iblis dan setan menurut kejadiannya berasal dari elektron hidup berujud dari daya daya elektro magnetik, semisal dengan sinar membunuh (dudende snruol?) yang mempunyai gelombang 0,000,0! sampai dengan 0,000,001 Iebih pendek dari gclombang arus Iistrlk tehnik bolak balik, Iebih pendek dari telegraf tanpa kawat, Iebih pendek dari gelombang radio dan sinar cahaya, bahkan lebih pendek dari sinar ultra violet.
Oleh karenanya, siapa yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya akan menjadi korban sinar iblis (setan), pikirannya selalu dikendalikan iblis yang mengajak berbuat buruk dan jahat sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh iblis (setan).
Maka untuk mencegah agar nafsu nafsu ahlak bertindak leluasa di dalam tubuh harus senantiasa diusahakan suatu alat yang ampuh untuk menaklukannya ialah dengan daya daya yang mempunyai gelombang yang lebih pendek daripada gelombang Iblis, yaitu Sinar Tuhan “Nurullah”
Sinar Tuhan dapat diperoleh dengan bermacam syarat beribadah antara lain ialah puasa, sehingga dengan otomatis elektron elektron bebas yang berada ditubuh jasmani memanjat ke alam Tuhan. Karena Sinar Tuhan adalah gelombang paling pendek dari semua gelombang dan menembus alam semesta, dalam segala keadaan, termasuk otak manusia.
Sinar Tuhan yang menembus ke dalam otak manusia sanggup menghancur-leburkan gelombang iblis dan setan yang bersarang di dalam otak. Sinar Tuhan yang menembus ke otak manusia, lalu sinar itu diserap oleh badan budi maka akan menimbulkan pikiran disebabkan daya daya dalam otak telah beresonansi dengan Alam Tuhan.
Otak yang berisi Sinar Tuhan dinamakan otak batin yang sanggup mencegah segala kegiatan hawa nafsu (iblis dan setan) sehingga pancaindera dan alat alat tubuh dapat dikendalikan dengan sempurna.
Misalnya mata dapat dicegah dari pandangan yang membawa pengaruh buruk, telinga dapat dicegah dari mendengarkan kata kata yang memberikan pengaruh menimbulkan amarah lisan, dapat pula menahan kata kata buruk, memfitnah dan kata kata yang tidak sedap, kotor menyakitkan hati orang, rasa dengki, iri hati, loba, tamak rakus, takabur, riya dan segala macam tindakan tingkah laku dan gerak gerik yang menjurus kepada kejahatan dapat dihindari.
Jelaslah bahwa melakukan puasa menurut ajaran Islam tidak hanya sanggup menahan lapar dan haus semata, melainkan harus mampu menutup semua pintu pintu alat pancaindera agar tidak kemasukan daya daya iblis dan setan. Sabda Nabi:
“Beberapa banyak orang berpuasa tetapi pusanya tiada berarti kecuali Iapar menahan lapar dan dahaga saja.”
Maksud hadits ini, orang yang berpuasa hanya menahan lapar dari dahaga tetapi tidak dapat mencegah perbuatannya dari pengaruh nafsu iblis dan setan, maka puasanya tidak memperoleh hikmah apa–apa.
Sabdanya lagi: “Siapa yang tidak dapat menahan kata kata buruk dan berbuat buruk maka bagi Allah tiada guna ia menahan lapar dan dahaganya “
Jadi yang dimaksudkan dengan puasa bukan hanya sanggup menahan lapar dan haus saja, tetapi rohaninya (badan halus) harus mampu pula menghalau nafsu nafsu Iblis dan setan yang mengandung ajakan untuk berbuat jahat .
Berkata Umar lbnul Khattab “Perangilah nafsu nafsumu sebelum kamu memerangi musuh musuhmu”. Memerangi hawa nafsu pasti dapat ditundukkan dengan melakukan puasa ialah puasa lahiriyah dan puasa rohaniyah. Puasa lahiriyah yakni menahan makan dan minum, dan Puasa rohaniyah ialah menutup alat pancaindera dan segala macam days days yang menimbulkan nafsu yang berkonotasi kepada perbuatan yang maksiat.
Oleh KH. Bahaudin Mudhari