Kalau ada tuduhan golongan yang tidak toleran, pasti telunjuk diarahkan kepada golongan Islam. Sekarang, tuduhan golongan Islam sebagai golongan yang paling tidak toleran, semakin menjadi fenomena di mana-mana. Bahkan, kecenderungan ke arah yang lebih ekstrim, munculnya gerakan phobia terhadap Islam semakin menguat.
Di hampir seluruh Uni Eropa, kekuatan politik yang sangat ektrim dan anti imigran (Islam), terus menguat, bukan hanya di Belanda dengan tampilnya Weelders, tetapi diantero Eropa, terakhir dengna kemenangan Partai Sosial Demokrat di Swedia, yang mendapatkan 20 kursi di parlemen. Padahal, partai ini tidak pernah bisa masuk ke dalam parlemen. Dengan isu mengangkat anti imigran, dan phobia terhadap Islam, partai ini melambung, dan sekarang menjadi sebuah kekuatan politik yang sangat diperhitungkan.
Di Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, Spanyol, dan sejumlah negara lainnya, gerakan anti terhadap Islam, dan phobia terhadap Islam, semakin nampak. Kecenderungan ini, berlangsung sangat massif, dan sebagai bentuk konkrit penolakan mereka, seperti dibeberapa negara Eropa, secara resmi melarang penggunaan jilbab (niqab), yang digunakan para muslimah. Bukan hanya itu, sejumlah negara di Eropa, mengesahkan peraturan baru, yang lebih membatasi masuknya para imigran, khususnya dari negara-negara Eropa. Mereka tidak ingin pengaruh Islams semakin kuat di Eropa.
Sementara itu, di semua negara muslim, golongan non-mulsim (Kristen) menikmati kehidupan secara utuh, dan dapat melaksanakan seluruh hak-haknya. Di Mesir, Yordania, Palestina, Irak, dan sejumlah negara Islam lainnya, mereka dapat hidup bebas, dan bahkan mereka mempunyai peranan penting, dan diakomodasi pemerintah. Di Mesir, pernah Boutros-Boutros Ghali, yang beragama Koptik (Kristen Ortodok), menjadi Menlu, dan selanjutnya pemerintah Mesir menyetujui Boutros-Boutros Ghali menjadi Sekjen PBB. Di Irak, pemerintahan Saddam Husien mengangkat seorang tokoh Kristen, Thareq Aziz menjadi wakil perdana menteri dan sekaligus menjadi Menlu.
Di Indonesia dilihat dari gambaran pertumbuhan antara masjid dengan geraja, menunjukkan bahwa golongan Islam sudah sangat toleran. Bandingkan, dalam rentang waktu, 1977-2004, masjid semula berjumlah 392,044 buah menjadi 643,834 buah, artinya hanya mengalami kenaikan 64,22 persen. Sedangkan gereja semula berjumlah 18,977 buah, kemudian menjadi 43,909, dan ini artinya pertumbuhan gereja mengalami kenaikan 131,38 persen. Sedangkan gereja Katolik, semula 4,934 unit, menjadi 12,473, ini menunjukan gereja Katolik mengalami kenaikan 152,80 persen. Pura Hindu dari 4,247 buah, menjadi 24,431, naik sebanyak 475,25 persen, Wihara Budha dari 1,523 menjadi 7,129 buah, mengalami kenaikan 368,09 persen.
Fakta-fakta diatas menunjukkan betapa pertumbuhan gereja, pura, dan wihara, mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan masjid. Ini dapat menjadi sebhuah indikator, di mana golongan diluar Islam tetap menikmati kebebasan agama tidak mengalami restriksi (hambatan) dari golongan Islam.