Jika manusia diberi kebebasan untuk memilih antara hidup senang di dunia tanpa beban masalah, cobaan hidup atau hidup senang dengan dibumbui dengan ujian-ujian hidup, maka mayoritas akan memilih hidup senang tanpa dibebani oleh ujian atau masalah-masalah hidup. Mengapa demikian ?. Karena sudah menjadi sifat manusia menyukai sesuatu yang memberikan kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan. Di sisi lain ada golongan manusia yang teguh berkeyakinan bahwa dunia ini hanya sekedar tempat persinggahan sementara, kemudian pada akhirnya akheratlah tempat akhir dari perjalanan hidup. Mereka ini senantiasa menikmati hidup dengan tetap menjaga kesyukuran, baik disaat lapang atau sempit. Golongan ini lazimnya disebut sebagai orang-orang mukmin sebagaimana disabdakan oleh Rosululloh SAW ketika menggambarkan bagaimana cara orang-orang mukmin dalam menyikapi cobaan-cobaan hidup “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya. Dan tidaklah didapatkan pada seorang pun hal tersebut melainkan pada diri seorang mukmin : Jika dia merasakan kesenangan maka dia bersyukur. Dan itu lebih baik baginya. Jika kesusahan menerpanya, maka dia bersabar. Dan itu lebih baik baginya.” .
Ada beberapa faedah (yang bisa kita ambil) dari hadits ini :
1. Adanya dorongan (untuk tetap kokoh) diatas keimanan. Dan seorang mukmin senantiasa dalam kebaikan dan kenikmatan.
2. Adanya dorongan untuk sabar atas kesusahan yang menimpa. Karena (sabar) merupakan perangai keimanan. Apabila anda sabar dalam menghadapi kesusahan dan diiringi dengan menanti (pertolongan) Allah agar dibebaskan dari (kesusahan tersebut). Kemudian mengharap pahala Allah Subhanahu wata’ala, maka hal tersebut merupakan tanda keimanan.
3. Adanya dorongan untuk bersyukur tatkala (memperoleh) kesenangan. Jika seorang bersyukur kepada Rabbnya atas nikmat yang diperoleh. Maka ini adalah taufiq dari Allah dan termasuk salah satu sebab bertambahnya kenikmatan.
Dari hadist di atas, kita dapat mengetahui kriteria-kriteria yang menjadi karakter mukmin sejati. Ketika orang mukmin tertimpa suatu musibah, cobaan atau masalah maka dia menganggap baik segala ketentuan Allah baginya. Jika kesusahan itu menimpanya, maka dia bersabar atas ketentuan-ketentuan Allah dan senantiasa menanti pertolongan-Nya serta mengharapkan pahala Allah. Semua itu merupakan perkara yang baik baginya dan dia memperoleh ganjaran kebaikan selaku orang-orang yang bersabar. Jika kesenangan itu mendatanginya, baik berupa kenikmatan agama ; seperti ilmu, amalan sholih dan kenikmatan dunia ; seperti harta, anak-anak dan keluarga, maka dia bersyukur lagi menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.
Oleh karena itu, seorang mukmin memperoleh dua kenikmatan, yaitu : kenikmatan agama dan dunia. Kenikmatan dunia diperoleh dengan kesenangan dan kenikmatan agama diperoleh dengan bersyukur. Maka inilah kondisi seorang mukmin. Adapun mereka yang telah kita sebutkan di awal, yaitu orang-orang pemburu kesenangan duniawi dan menjadikan hidup sebatas mencari kesenangan semata. Maka ketika mereka ditimpa suatu musibah, ujian hidup bahkan musibah, mereka akan berkeluh kesah, mencemooh, mengutuk, mencerca masa (waktu) bahkan mencela Allah Azza wa Jalla. Naudzubillah min dzalik. Jika kesenangan menghampirinya, dia tidak bersyukur kepada Allah. Maka kesenangan ini akan menjadi balasan siksaan di akhirat. Maka kondisi orang kafir tetap jelek, baik mendapatkan kesusahan maupun kesenangan. Berbeda halnya dengan orang mukmin yang senantiasa dalam kebaikan dan kenikmatan.
Selama roda kehidupan terus berputar, seorang takkan pernah luput dari menuai ujian dan cobaan. Dengan berbagai musibah yang datang silih berganti ini, hendaknya seorang introspeksi diri dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala. Bukan mengambil jalan pintas dengan mengklaim ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Karena tidak ada yang bisa memberikan solusi terbaik dari berbagai ujian dan cobaan hidup melainkan hanya Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman : “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam goncangan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya : Bilakah datang pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah amatlah dekat.” (Al Baqarah : 214).
Alangkah indahnya jika kita yang telah mengikrarkan bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa dan Muhammad adalah utusan-Nya berperangai seperti seorang mukmin. Ketika menghadapi ujian-ujian hidup dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah kepada kita, mensyukuri datangnya ujian tersebut dan menjadikan hikmah dibaliknya sebagai pelajaran berharga. Jika ujian itu datang berupa nikmat, maka tetap kita syukuri dan tetap berprasangka baik bahwa Allah memberikan kenikmatan sebagai penghargaan atas kesabaran kita dalam menghadapi segala cobaan-Nya. Dan jika ujian itu datang berupa kesulitan, kesusahan, kemiskinan, kelaparan, musibah dan sebagainya, maka kita bersabar atas ujian tersebut. Dan berusaha tetap berprasangka baik dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan menimpakan sebuah cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya. Dua perangai tersebut, yaitu syukur dan sabar merupakan amalan yang agung, bahkan keduanya termasuk dalam perangai keimanan. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama : “Iman itu dua bagian, bagian pertama adalah sabar dan bagian kedua adalah syukur”. Maka tidak ada jalan lain untuk solusi yang cerdas keluar dari masalah yang kita hadapi kecuali dengan menjadikan diri sendiri cerminan dari orang-orang mukmin.
Wallahu A’lam.