“Pokok pangkal dari urusan ini adl Islam tiang adl shalat dan puncak yg tertinggi adl jihad.”(1)
Banyak manusia memandang amalan jihad tanpa dilandasi ilmu hingga menyebabkan banyak kekeliruan dan menambah pelik persoalan. Yang paling parah adl muncul penyimpangan yg demikian jauh dari pengertian sebagaimana yg telah dijelaskan oleh para ulama.
Karena itu banyak kita saksikan belakangan ini berbagai tindakan dan aksi tertentu yg langsung atau tdk langsung dapat menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat namun oleh para pelaku diklaim sebagai jihad. Padahal Islam sama sekali tdk memerintahkan amalan tersebut. Sebagai contoh kecil sikap suka mengkritisi atau mendiskreditkan pemerintah di depan umum. Bagi para demonstran dari kalangan hizbiyyin sikap kritis terhadap pemerintah merupakan “menu wajib” yg harus dimiliki. Jadilah demonstrasi yg di dlm menjadi ajang utk mencaci maki pemerintah sebagai bagian dari perjuangan mereka yg tdk terlewatkan. Mereka akan menganggap orang2 yg memiliki sikap berseberangan dgn mereka sebagai penjilat ataupun kaki tangan pemerintah. Bahkan tdk jarang mereka menganggap orang yg suka mendoakan kebaikan utk pemerintah sebagai budak pemerintah.
Begitupun dgn amalan lain seperti melakukan pengeboman terhadap tempat-tempat ibadah orang kafir membunuh orang2 kafir dgn bom bunuh diri ataupun merusak fasilitas-fasilitas orang asing yg ada . Semua tindak kedzaliman ini mereka anggap sebagai jihad yg tdk akan muncul sikap demikian bila mereka memahami makna jihad secara benar.
Definisi Jihad
Kata Al-Jihad dgn dikasrah huruf jim asal secara bahasa bermakna yg bermakna kesulitan kesukaran kepayahan.
Sedangkan secara syar’i bermakna: “Mencurahkan segala kemampuan dlm memerangi orang2 kafir atau musuh.”
Berikut beberapa ucapan Ulama Salaf dlm memaknai Al-Jihad.
- Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “ mencurahkan kemampuan pada dan tdk takut krn Allah terhadap celaan orang yg suka mencela.”
- Muqatil rahimahullah berkata: “Beramallah kalian krn Allah dgn amalan yg sebenar-benar dan beribadahlah kepada-Nya dgn ibadah yg sebenar-benarnya.”
- Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah berkata:“ melawan diri sendiri dan hawa nafsu.”
Dalam tinjauan syariat Islam jihad juga diistilahkan kepada mujahadatun nafs mujahadatusy syaithan mujahadatul kufar dan mujahadatul munafikin .
Disyariatkan Jihad dan hukumnya
Dalam permasalahan jihad pada dasar manusia terbagi dlm dua keadaan:
1. Keadaan mereka pada masa kenabian
2. Keadaan mereka setelah kenabian
Masa Kenabian
Para ulama sepakat bahwa disyariatkan jihad pertama kali ialah setelah hijrah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah. Setelah itu muncul perselisihan di antara mereka tentang hukum fardhu ‘ain atau fardhu kifayah?
Di dlm Fathul Bari Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ada dua pendapat yg masyhur di kalangan para ulama. Al-Mawardi dia berkata: “ fardhu ‘ain bagi orang2 Muhajirin saja bukan selain mereka.” Pendapat ini dikuatkan dgn perkara tentang wajib hijrah atas tiap muslim ke Madinah dlm rangka menolong Islam. As-Suhaili dia berkata: “Fardhu ‘ain atas orang2 Anshar saja bukan selain mereka.” Pendapat ini dikuatkan dgn baiat para shahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Al-Aqabah utk melindungi dan menolong Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari dua pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain atas dua thaifah dan fardhu kifayah atas selain mereka.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dan kalangan Asy-Syafi’iyyah sepaham dengan lbh menguatkan pendapat yg menyatakan fardhu kifayah . Beliau berhujjah bahwa dlm peperangan yg terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada para shahabat yg ikut dan ada pula yg tidak. Kemudian walaupun jihad menjadi kewajiban atas orang2 Muhajirin dan Anshar namun kewajiban ini tdk secara mutlak.
Sebagian berpendapat jihad wajib ‘ain dlm peperangan yg di dlm ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan pada selainnya. Yang benar dlm hal ini ialah jihad menjadi fardhu ‘ain bagi orang yg dipilih oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun ia tdk keluar ke medan tempur.
Masa setelah Kenabian
Pendapat yg masyhur di kalangan ahlul ilmi adl fardhu kifayah kecuali jika ada keadaan mendesak seperti ada musuh yg datang dgn tiba-tiba. Ada pula yg berkata fardhu ‘ain bagi yg ditunjuk oleh imam . Sebagian juga berpendapat wajib selama memungkinkan dan pendapat ini cukup kuat. Namun yg nampak dlm masalah ini adl jihad terus-menerus berlangsung pada jaman kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sempurna perluasan ke beberapa negara besar dan Islam menyebar di muka bumi kemudian setelah itu hukum seperti yg telah dijelaskan di atas.
Kesimpulan dari masalah ini adalah jihad melawan orang kafir menjadi kewajiban atas tiap muslim baik dgn tangan lisan harta atau dgn hati wallahu a’lam.”
Berikut beberapa ayat dan hadits yg menjelaskan tentang disyariatkan jihad.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
انْفِرُوا خِفَافاً وَثِقاَلاً وَجاَهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Berangkatlah kamu baik dlm keadaan merasa ringan atau berat. Dan berjihadlah dgn harta dan dirimu di jalan Allah.”
يآأَيُّهاَ النَّبِيُّ جاَهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُناَفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
“Hai Nabi berjihadlah melawan orang2 kafir dan orang2 munafik itu dan bersikap keraslah terhadap mereka.”
وَجاَهِدُوا فِي اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dgn jihad yg sebenar-benarnya.”
فَلاَ تُطِعِ الْكاَفِرِيْنَ وَجاَهِدْهُمْ بِهِ جِهاَداً كَبِيْراًً
“Maka janganlah kamu mengikuti orang2 kafir dan berjihadlah terhadap mereka dgn Al-Qur’an dgn jihad yg besar.”
يآأَيُّهاَ النَّبِيُّ جاَهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُناَفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
“Hai Nabi perangilah orang2 kafir dan orang2 munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.”
Dalam sebuah hadits yg diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada Yaumul Fath : “Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah akan tetapi yg ada ialah jihad dan niat. Dan apabila kalian diminta utk pergi atau berangkat berperang mk pergilah.”
Al-Hafidz rahimahullah berkata: “Pada hadits ini terdapat berita gembira bahwa kota Mekkah akan tetap menjadi negeri Islam selamanya. Di dlm juga terdapat dalil tentang fardhu ‘ain keluar dlm perang bagi orang yg dipilih oleh imam.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Apabila imam memerintahkan kepada kalian utk berjihad mk keluarlah. Hal ini menunjukkan bahwa jihad bukanlah fardhu ‘ain akan tetapi fardhu kifayah. Apabila sebagian telah menunaikan gugurlah kewajiban yg lain. Dan jika tdk ada yg melakukan sama sekali berdosalah mereka. Dari kalangan Asy-Syafi’iyyah berpendapat tentang jihad di masa sekarang hukum fardhu kifayah kecuali jika orang2 kafir menyerang negeri kaum muslimin mk jihad menjadi fardhu ‘ain atas mereka. Dan jika mereka tdk memiliki kemampuan yg cukup wajib bagi negeri yg bersebelahan utk membantunya.”
Setelah diketahui bahwa pendapat yg masyhur di kalangan ahlul ilmi tentang hukum jihad pada masa setelah kenabian adl fardhu kifayah berikut adl beberapa keadaan yg menjadikan hukum tersebut berubah menjadi fardhu ‘ain di mana sebagian telah disebut di atas:
1. Apabila bertemu dgn musuh yg sedang menyerang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا إِذاَ لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوا زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوْهُمُ اْلأَدْباَرَ. وَمَنْ يٌوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفاً لِقِتاَلٍ أَوْ مُتَحَيِّزاً إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Hai orang2 yg beriman apabila kamu bertemu dgn orang2 kafir yg sedang menyerangmu mk janganlah kamu membelakangi mereka . Barangsiapa yg membelakangi mereka di waktu itu kecuali berbelok utk perang atau hendak menggabungkan diri dgn pasukan yg lain mk sesungguh orang itu kembali dgn membawa kemurkaan dari Allah dan tempat ialah neraka jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.”
Ayat ini menjelaskan tentang tdk boleh seseorang mundur atau berpaling dari menghadapi musuh. Karena yg demikian termasuk perkara terlarang dan tergolong dlm perkara yg membawa kepada kehancuran/ kebinasaan sehingga wajib utk dijauhi. Sebagaimana yg disebut dlm sebuah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yg membawa kepada kehancuran atau kebinasaan.” Para shahabat bertanya: “Apakah ketujuh perkara itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Syirik kepada Allah sihir membunuh jiwa yg diharamkan Allah kecuali dgn sebab yg dibenarkan agama memakan riba memakan harta anak yatim membelot/ berpaling dlm peperangan dan melontarkan tuduhan zina kepada wanita yg terjaga dari perbuatan dosa tdk tahu-menahu dengan dan beriman kepada Allah.”
Dua hal yg diperbolehkan bagi seseorang utk berpaling ketika bertemu dgn musuh:
a. Berpaling dlm rangka mendatangkan kekuatan yg lbh besar atau siasat perang.
b. Berpaling dlm rangka menggabungkan diri dgn pasukan lain utk menghimpun kekuatan.
2. Apabila negeri dikepung oleh musuh. wajib atas penduduk negeri tersebut utk mempertahankan negerinya. Keadaan ini serupa dgn orang yg berada di barisan peperangan. Sebab apabila musuh telah mengepung suatu negeri tdk ada jalan lain bagi penduduk kecuali utk membela dan mempertahankannya. dlm hal ini musuh juga akan menahan penduduk negeri tersebut utk keluar dan mencegah masuk bantuan baik berupa personil makanan dan yg lainnya. Karena itu wajib atas penduduk negeri utk berperang melawan musuh sebagai bentuk pembelaan terhadap negerinya.
3. Apabila diperintah oleh imam. Apabila seseorang diperintah oleh imam utk berjihad hendak ia mentaatinya. Imam dlm hal ini ialah pemimpin tertinggi negara dan tdk disyaratkan ia sebagai imam secara umum bagi kaum muslimin semuanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا ماَ لَكُمْ إِذاَ قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى اْلأَرْضِ أَرَضِيْتُمْ بِالْحَياَةِ الدُّنْياَ مِنَ اْلآخِرَةِ فَماَ مَتاَعُ الْحَياَةِ الدُّنْياَ فِي اْلآخِرَةِ إِلاَّ قَلِيْلٌ. إِلاَّ تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَاباً أَلِيْماً وَيَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ وَلاَ تَضُرُّوْهُ شَيْئاً وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Hai orang2 yg beriman apakah sebab apabila dikatakan kepada kamu: ‘Berangkatlah pada jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dgn kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal keni’matan hidup di dunia ini di bandingkan dgn kehidupan akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tdk berangkat utk berperang niscaya Allah akan menyiksa kamu dgn siksa yg pedih dan diganti-Nya kamu dgn kaum yg lain dan kamu tdk akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam sebuah hadits yg diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian diminta utk berangkat berperang mk berangkatlah.”
4. Apabila diperlukan atau dibutuhkan.
Misal dlm hal ini kaum muslimin memiliki senjata berat seperti artileri pesawat atau teknologi tempur lain namun tdk ada yg mampu mengoperasikan kecuali seseorang. mk menjadi fardhu ‘ain atas orang tersebut dgn sebab ia dibutuhkan.
Kesimpulan dari penjelasan di atas jihad menjadi fardhu ‘ain pada empat perkara:
1. Apabila bertemu dgn musuh
2. Apabila negeri dikepung musuh
3. Apabila diperintah oleh imam
4. Apabila diperlukan atau dibutuhkan
Pembagian Jihad
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah membagi jihad menjadi tiga:
1. Jihadun Nafs yaitu menundukkan jiwa dan menentang dlm bermaksiat kepada Allah. Berusaha menundukkan jiwa utk selalu berada di atas ketaatan kepada Allah dan melawan seruan utk bermaksiat kepada Allah. Jihad yg seperti ini tentu akan terasa sangat berat bagi manusia lebih-lebih saat mereka tinggal di lingkungan yg tdk baik. Karena lingkungan yg tdk baik akan melemahkan jiwa dan mengakibatkan manusia jatuh ke dlm perbuatan yg diharamkan Allah juga meninggalkan apa-apa yg diperintahkan-Nya.
2. Jihadul Munafiqin yaitu melawan orang2 munafiq dgn ilmu dan bukan dgn senjata. Karena orang2 munafiq tdk diperangi dgn senjata. Para shahabat pernah meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam utk membunuh orang2 munafik yg telah diketahui kemunafikan kemudian beliau bersabda: “Jangan supaya tdk terjadi pembicaraan oleh orang bahwa Muhammad membunuh sahabatnya.”
Jihad melawan mereka adl dgn ilmu. Oleh krn itu wajib atas kita semua utk mempersenjatai diri dgn ilmu di hadapan orang2 munafiq yg senantiasa mendatangkan syubhat terhadap agama Allah utk menjauhkan manusia dari jalan Allah. Jika pada diri manusia tdk ada ilmu mk syubhat syahwat dan perkara bid’ah yg datang terus-menerus sementara ia tdk mampu menolak dan membantahnya.
3. Jihadul Kuffar yaitu memerangi orang2 kafir yg menentang yg memerangi kaum muslimin dan yg terang-terangan menyatakan kekafiran dgn senjata.
Ibnul Qayyim rahimahullah membagi jihad menjadi empat bagian:
1. Jihadun Nafs
2. Jihadusy Syaithan
3. Jihadul Kuffar
4. Jihadul Munafiqin
Setiap bagian di atas masing-masing memiliki tingkatan-tingkatan. Jihadun Nafs memiliki empat tingkatan:
a. Berjihad melawan diri sendiri dgn cara mempelajari kebenaran dan agama yg hak di mana tdk ada kebahagiaan dan kemenangan dunia dan akhirat kecuali dengan dan bila terluputkan dari akan mengakibatkan sengsara.
b. Berjihad melawan diri sendiri dgn mengamalkan ilmu yg dipelajari. Karena jika hanya sekedar ilmu tanpa amal akan memberi mudharat kepada jiwa atau tdk akan ada manfaat baginya.
c. Berjihad melawan diri sendiri dgn mendakwahkan ilmu yg telah dipelajari dan diamalkan mengajarkan kepada orang yg belum mengetahui. Jika tdk demikian ia akan tergolong ke dlm orang2 yg menyembunyikan petunjuk dan penjelasan yg telah Allah turunkan. Dan ilmu tidaklah bermanfaat serta tdk menyelamatkan dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
d. Berjihad melawan diri sendiri dgn bersikap sabar ketika mendapatkan ujian dan cobaan baik saat belajar agama beramal dan berdakwah. Barangsiapa telah menyempurnakan empat tingkatan ini ia akan tegolong orang2 yg Rabbani . Karena para ulama Salaf sepakat bahwa seorang alim tdk berhak diberi gelar sebagai ulama yg Rabbani sampai ia mengetahui Al-Haq mengamalkan serta mengajarkannya. Barangsiapa yg berilmu mengamalkan dan mengajarkan ia akan diagungkan di hadapan para malaikat yg berada di langit.
Dalil yg menjelaskan tentang jihadun nafs ini adl sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Fudhalah bin ‘Ubaid beliau bersabda bersabda:
“Yang disebut mujahid adl orang yg berjihad melawan diri sendiri di jalan Allah.” dan kitab Al-Jami’ Ash-Shahih .
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Ketika jihad melawan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yg berada di luar diri sendiri merupakan cabang dari jihad seorang hamba utk menundukkan diri dlm ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mk jihadun nafs lbh diutamakan daripada jihad lainnya. Karena barangsiapa yg tdk mengawali dlm berjihad melawan diri sendiri dgn melakukan apa yg diperintahkan Allah dan menjauhi apa yg dilarang-Nya serta memerangi diri sendiri di jalan Allah tdk mungkin bagi utk dapat berjihad melawan musuh yg datang dari luar. Bagaimana dia mampu berjihad melawan musuh dari luar sementara musuh yg datang dari diri sendiri dapat menguasai dan mengalahkannya?”
Jihadusy Syaithan ada dua tingkatan:
a. Berjihad utk menghalau segala sesuatu yg dilontarkan oleh syaithan kepada manusia berupa syubhat dan keraguan yg dapat membahayakan perkara iman.
b. Berjihad utk menghalau segala apa yg dilemparkan syaithan berupa kehendak buruk dan syahwat. Dari dua tingkatan ini utk tingkatan pertama barangsiapa yg mampu mengerjakan akan membuahkan keyakinan. Dan tingkatan yg kedua akan membuahkan kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَجَعَلْناَ مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ بِأَمْرِناَ لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآياَتِناَ يُوْقِنُوْنَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimipin-pemimpin yg memberi petunjuk dgn perintah Kami ketika mereka sabar. Dan mereka meyakini ayat-ayat kami.”
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa kepemimpinan dlm agama hanya akan diperoleh dgn kesabaran dan keyakinan. Sabar akan menolak syahwat dan kehendak buruk adapun keyakinan akan menolak keraguan dan syubhat.
Dalil yg menjelaskan tentang jihadusy syaithan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الشَّيْطاَنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
“Sesungguh syaithan itu adl musuh bagimu mk jadikanlah ia sebagai musuh krn sesungguh syaithan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yg menyala-nyala.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Perintah Allah dlm ayat ini agar menjadikan syaithan sebagai musuh menjadi peringatan akan ada keharusan mencurahkan segala kemampuan dlm memerangi syaithan berjihad melawannya. Karena syaithan itu bagaikan musuh yg tdk mengenal putus asa lesu dan lemah dlm memerangi dan menggoda seorang hamba dlm selang beberapa nafas.”
Jihadul Kuffar wal Munafiqin ada empat tingkatan:
a. Berjihad dgn hati
b. Berjihad dgn lisan
c. Berjihad dgn harta
d. Berjihad dgn jiwa
Dalil yg menjelaskan tentang bagian ketiga dan keempat ini adl firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يآأَيُّهاَ النَّبِيُّ جاَهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُناَفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
“Hai Nabi berjihadlah melawan orang2 kafir dan orang2 munafik itu dan bersikap keraslah terhadap mereka.”
Jihad melawan kaum kuffar lbh dikhususkan dgn tangan sedangkan melawan kaum munafiq lbh dikhususkan dgn lisan.
Bagian berikut adl jihad melawan kedzaliman bid’ah dan kemungkaran. Terdapat tiga tingkatan:
a. Berjihad dgn tangan apabila mampu jika tdk mk berpindah kepada yg berikutnya
b. Berjihad dgn lisan jika tdk mampu berpindah kepada yg berikutnya
c. Berjihad dgn hati
Dalil yg menjelaskan tentang bagian akhir ini adl hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa melihat kemungkaran hendak ia ubah dgn tangannya. Jika tdk mampu mk dgn lisan dan jika tdk mampu mk dgn hati. Yang demikian itu adl selemah-lemah iman.”
Dari semua tingkatan dlm jihad yg tersebut di atas terkumpullah tiga belas tingkatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan dlm sebuah hadits yg bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
“Barangsiapa yg meninggal dan belum berperang serta tdk pernah terbersit dlm diri meninggal di atas satu bagian dari nifaq.”
Kemudian Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan tdk sempurna jihad seseorang kecuali dgn hijrah. Dan tdk akan ada hijrah dan jihad kecuali dgn iman. orang2 yg mengharap rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka adl yg mampu menegakkan tiga hal tersebut yaitu iman hijrah dan jihad.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Sesungguh orang2 yg beriman orang2 yg berhijrah dan berjihad di jalan Allah mereka itu mengharap rahmat Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebagaimana iman merupakan kewajiban atas tiap orang mk wajib atas pula utk melakukan dua hijrah pada tiap waktu yaitu hijrah kepada Allah dgn tauhid ikhlas inabah tawakkal khauf raja’ mahabbah dan hijrah kepada Rasul-Nya dgn mutaba’ah menjalankan perintah membenarkan segala berita yg datang dari dan mengedepankan perkara dan berita yg datang dari beliau atas selainnya.
Manusia yg paling sempurna di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala ialah yg menyempurnakan seluruh tingkatan jihad di atas. Mereka berbeda-beda tingkatan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dgn penempatan diri mereka terhadap tingkatan jihad tersebut. Oleh krn itu manusia yg paling sempurna dan mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adl penutup para Nabi dan Rasul yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliau telah menyempurnakan seluruh tingkatan jihad yg ada dan beliau telah berjihad dgn jihad yg sebenar-benarnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan jihad sejak awal diutus hingga wafat baik dgn tangan lisan dan hati serta hartanya.
Wallahu a’lam.
(1) Isyarat kepada hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari shahabat Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maukah aku beritahukan kepadamu tentang pokok pangkal dari semua urusan tiang dan puncak yg tertinggi?” Aku berkata: “Ya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Pokok pangkal dari urusan ini adl Islam tiang adl shalat dan puncak yg tertinggi adl jihad.”