Wah kayaknya seru ni kisah kita mulai oke!Kromosom neo-X (atas) dan neo-Y lalat buah Drosophila miranda, menunjukkan bagaimana Y mengecil karena kehilangan gen. X tetap berukuran sama seperti kromosom lalat lainnya, walau gennya dalam proses beradaptasi dengan degenerasi Y (Credit: Doris Bachtrog/UC Berkeley) ScienceDaily (Apr. 16, 2009) — Sudah banyak tentang kromosom Y, sekarang Saatnya X.
Pada studi evolusi pertama kromosom yang berkaitan dengan menjadi betina, biolog University of California, Berkeley, Doris Bachtrog dan koleganya menunjukkan kalau sejarah kromosom X sama menariknya dengan kromosom Y penentu jantan yang telah banyak dipelajari, dan menawarkan petunjuk penting mengenai asal usul dan manfaat reproduksi seksual.
”Bertentangan dengan pandangan tradisional mengenai kromosom X yang bermain pasif, ternyata kromosom X berperan aktif dalam proses evolusi diferensiasi kromosom seks,” kata Bachtrog, professor biologi integratif dan anggota dari UC Berkeley's Center for Theoretical Evolutionary Genomics.
Bachtrog, rekan pasca doctoral UC Berkeley Jeffrey D. Jensen dan mantan pasca doctoral UC San Diego Zhi Zhangkini di University of Munich, mendetilkan penemuan mereka pada edisi minggu ini dalam jurnal open access PLoS Biology.
”Dalam manuskrip kami, kami menunjukkan untuk pertama kali sisi belakang teka-teki evolusi kromosom seks: kromosom X melalui periode adaptasi besar dalam proses evolusi menciptakan bagian-bagian baru genome yang mengatur diferensiasi seksual dalam banyak spesies, termasuk kita sendiri,” katanya.
Tidak semua hewan dan tanaman memiliki gen untuk menentukan apakah janin menjadi jantan atau betina. Banyak reptil, misalnya, bertopang pada pengaruh lingkungan seperti suhu untuk menentukan jantan atau betina.
Namun pada mahluk hidup yang memiliki sepasang kromosom yang menentukan jenis kelamin – dari lalat buah sampai mamalia dan sebagian tanaman – dua kromosom X yang diwarisi oleh betina tampak identik dengan kromosom non seks, yang disebut autosom, kata Bachtrog. Kromosom Y, versi kecil dari X, telah kehilangan banyak gen sejak berhenti merekombinasi dengan kromosom X.
Pada mamalia, ini mungkin terjadi sekitar 150 juta tahun lalu, sementara pada lalat buah Drosophila melanogaster, seekor hewan favorit lab, kromosom seks muncul secara independen sekitar 100 juta tahun lalu. Pada manusia maupun lalat buah, kromosom Y mengecil dari beberapa ribu gen menjadi beberapa lusin saja.
Minat pada mengapa dan bagaimana kromosom Y kehilangan gen saat ia berhenti berinteraksi dengan X menjadi populer. Ilmuan menemukan kalau, sebagai satu-satunya pasangan kromosom yang tidak pecah dan berekombinasi setiap kali sel membelah, pasangan XY pada jantan ketidakmampuan mengambil manfaat dari mutasi genetik delesi menjadi lenyap. Pasangan XX pada betina tetap berekombinasi, namun untuk Y, satu-satunya cara menyingkirkan mutasi buruk pada gen adalah menon-aktifkan atau menghilangkan seluruh gen. Selama jutaan tahun, gen-gen yang tidak aktif lenyap, sehingga Y mengecil.
”Bila anda tidak bisa berekombinasi, seleksi alam kurang efektif dalam mengeluarkan gen buruk,” kata Bachtrog. "Y adalah sebuah kromosom aseksual, dan ia mendapatkan akibatnya: ia kehilangan gen terus menerus.”
Bachtrog, yang karirnya berputar terutama pada studi degenerasi kromosom Y, memutuskan untuk berfokus pada kromosom X beberapa tahun lalu dan mencari pasangan kromosom seks yang muncul lebih baru – dan berarti dalam proses adaptasi peran baru. Paper nya berpusat sekitar studi tiga kromosom seks pada lalat buah barat yang langka , Drosophila miranda, sepupu berwarna gelap dari D. melanogaster. (Banyak mahluk memiliki lebih dari sepasang kromosom seks; platypus, misalnya, punya lima pasang, semua diwariskan sekaligus.)
Sementara satu kromosom seks D. Miranda diturunkan dari kromosom seks asli yang muncul pada Drosophila hampir 100 juta tahun lalu, yang kedua berasal mungkin 100 juta tahun lalu, dan yang ketiga sekitar satu juta tahun lalu saja. Semakin tua semakin mirip, kata Bachtrog: kromosom Y pada tiap pasangan telah kehilangan gen sehingga menjadi bayangan dirinya sebelumnya, sementara dua kromosom X tidak dapat dibedakan satu sama lain.
Kromosom ketiga dan termuda ini berbeda. Y belum habis, walau ia memiliki banyak gen non fungsional – sekitar separuhnya – yang pada akhirnya akan lenyap. X, yang disebut neo-X, mengalami perubahan cepat, dengan sekitar 10 kali jumlah normal adaptasi pada autosom, menurut para peneliti.
Dengan adaptasi, Bachtrog menyebutkan kalau barisan gen pada kromosom X menjadi tetap saat mutasi acak akhirnya bertahan pada beberapa perubahan menguntungkan yang mengakomodasi peningkatan yang tidak relevan dengan kromosom Y. antara 10 -15% gen neo-X menunjukkan adaptasi, dibandingkan hanya 1-3% gen autosom.
“Ini tidak mengejutkan,” kata Bachtrog. ”Neo-X menghadapi lebih banyak situasi menantang daripada autosom karena pasangannya, kromosom Y, berdegenerasi. Gen-gennya tidak lagi membuat protein, sehingga neo-X mesti menyesuaikan dengan mengatur ulang gen nya. Kami menemukan banyak gen pada kromosom X yang terlibat dalam kompensasi dosis.”
Pada manusia, misalnya, semua gen pada kromosom X dua kali lebih aktif untuk menyesuaikan dengan kurangnya gen pada Y. Wanita mengakomodasi ini dengan menon-aktifkan satu kromosom X nya sehingga tidak menghasilkan terlalu banyak protein, kata Bachtrog
Perubahan lain pada neo-X yang diduga Bachtrog terjadi adalah pemusnahan gen yang berbahaya bagi betina. Ahli biologi menyadari sekarang kalau beberapa gen memiliki efek berlawanan pada jantan dan betina, dan evolusi adalah perang antara gen jantan yang mereka temukan berbahaya hanya agar betinanya membuatnya tenang kembali, dan sebaliknya.
”Tempat yang bagus untuk meletakkan gen antagonis secara seksual yang bermanfaat bagi satu jenis kelamin namun berbahaya bagi yang lain adalah di kromosom seks,” katanya. Y selalu berakhir pada jantan, katanya, sehingga gen di kromosom Y tidak akan mempengaruhi betina.
”Begitu juga, kromosom X dijadikan feminin dengan gen yang baik buat betina namun buruk buat jantan,” kata Bachtrog, menambahkan kalau X juga menjadi di maskulinkan ulang, kehilangan gen yang hanya berguna pada jantan.
Dalam mencari lebih dalam evolusi kromosom X, Bachtrog mengatakan kalau ia mencari spesies lalat buah dengan kromosom seks yang lebih tua dan lebih muda “untuk mempelajari evolusi kromosom seks secara langsung.” Ia mengatakan bukti-bukti menunjukkan kalau adaptasi untuk menjadi sebuah kromosom seks paling sering antara 1 hingga 10 juta tahun sejak ia bermula. Bachtrog juga menyelesaikan penyusunan barisan genome untuk D. miranda, yang saat ini adalah salah satu dari 12 spesies Drosophila yang ditargetkan oleh komunitas pembaris gen. Ia berharap kalau lalat ini akan menjadi sistem model seperti D. melanogaster.
”Sekarang, akhirnya, kita dalam jangkauan untuk mempelajari sistem model seperti D. miranda yang tidak kita duga beberapa tahun lalu,” katanya, meramalkan kalau “seluruh perbandingan genome akan merevolusi biologi evolusi, ekologi dan banyak bidang lainnya.”
Riset ini didanai oleh National Institutes of Health, Alfred P. Sloan Faculty Research Fellowship in Molecular and Computational Biology dan David and Lucile Packard Foundation Fellowship.
Sumber : Teori Dan fakta Evolusi