30 Agu 2015

Gunung Pamaton: Penuh Pesona, Penuh Sejarah, Penuh Mistis

Salam sejahtera sobat blogger, semoga rahmat Tuhan selalu dilimpahkanNya kepada kita semua. Saya mau share cerita alay lagi nih? Boleh gak sob? Boleh yaaaah? Plisss! wkwkwk. Tepat di tanggal tua, yang konon katanya tanggal yang menyeramkan bagi para kaum pekerja, termasuk saya. Akan tetapi kali ini saya nekat refreshing alias jalan-jalan di tanggal tua, biar greget. Tanggal tua, identik dengan dana pas-pasan, karena itu saya dan teman berniat jalan-jalan ke daerah sekitar rumah saja.

Setelah semedi, oke, kami putuskan untuk menuju Gunung Pamaton, terletak di desa Kiram, Kec. Karang Intan, Kab. Banjar. Kalo kata Google Maps sih, cuma 25Km dari rumah saya sob. Mumpung "belum" terlalu mainstream, makanya kesitu aja, ya kan? Setelah mengumpulkan teman lewat toa-toa BBM, yang fix bergabung cuma dua orang, haha. Akhirnya hari minggu pukul 09:00 pagi, berangkatlah kami. Saya dan teman kantor Arif, serta turut pula seekor makhluk gaib bernama Susilo ini, total tiga orang.

Lagi-lagi kami ga tau arah kemana yang harus dituju. Cek ricek, ke gunung Pamaton bisa lewat tiga jalur; pertama lewat Karang Intan, Kab. Banjar; kedua lewat Ujung Murung, Cempaka, Banjarbaru; ketiga lewat Imban, Kec. Bati-Bati. Setelah melakukan perhitungan mendetail dengan rumus phytagoras (apa lagi ini?), kami putuskan lewat jalur Ujung Murung, Cempaka saja. Karena jalan yang lumayan bagus(katanya), dan agak rame. Dengan hanya bermodal GPS hengpon (suer biar hape murahan, sangat membantu, haha), alhamdulillah kami berhasil sampai juga di TKP.

Gunung Pamaton ditandai dengan prasasti yang diresmikan oleh Pangeran Muda Kesultanan Banjar, setahun lalu. Karena memang pada zaman kolonial Belanda, disini merupakan basis pertahanan pejuang Banjar sob. Daerah yang bergunung-gunung konon kabarnya membuat itu para kompeni gagal terus setiap kali ingin menyerang daerah ini, super nih kalo dijadikan film kisahnya. Selain itu, di gunung Pamaton ini juga katanya merupakan gerbang gaib menuju kerajaan mistis Pamaton. Juga banyak orang melakukan pertapaan di gunung ini. Jadi, hawa mistis konon sangat kental disini. Saya aja waktu datang ke TKP hawa nya beda sob, suer panas banget, ya iyalah, wong ini musim kemarau, hehe.




Tapi tenang sob, menurut sang kakek yang tinggal disekitar gunung tersebut(kita juga bisa nitip kendaraan dirumah beliau, kalau mau mendaki), asal kita menjaga perilaku, ga usah khawatir deh. Yang jelas tujuan kita kesini untuk menyegarkan fikiran dengan pemandangan pegunungan disini. Jika musim hujan daerah sini mirip sama di Selandia Baru sob, saat kemarau pemandangan berubah menjadi seperti padang savana di Afrika, asli kereeeen pokoknya. Karena penasaran, kami bertiga pun ingin mendaki juga ke puncak nya.

Start pukul 10:00 pagi, kami memulai pendakian, tapi pemanasan dulu yah. Hadeh, karena jarang olahraga nih, saya sampai ngos-ngosan.






Njirrr, lumayan curam juga jalur nya, pegel linu amsyong nih. Setelah 1 jam "memanjat" gunung, akhirnya kami tiba di puncak nya. Wow sob, wow, pemandangan pegunungan Meratus nya super deh. Ditambah deru angin sepoi-sepoi menambah suasana sejuk, santai, dan tenang. Karena wisata ini belum cukup terkenal, jadi orang belum banyak ke lokasi ini sob.





Sori sob, lagi-lagi cuma pake kamera hengpon murahan, jadi burem foto nya, hihi. Di puncak gunung ini terdapat bekas repeater salah satu organisasi radio amatir, juga tempat-tempat bekas orang bertapa.



Santai sembari menikmati ciptaan Tuhan, wah so refreshing sekali sob. Kalo mau camping alias nginep di puncak bisa juga disini. Tapi ingat, kelakuan dijaga ya, hehe. Sama satu lagi sampah jangan sama sekali dibuang sembarangan sob, I've warn you, ini tempat bersejarah nan mistis lho. Jangan meninggalkan apapun kecuali kenangan mantan, eh salah lagi, jejak kaki maksud saya.






Setelah sempat ketiduran di puncak, hihi, saking sejuk nya. Akhirnya turun lah kami. Setelah capek menuruni gunung, langsung nyebur ke sungai dekat gunung aja sob, ga ada yang ngalahin segernya air pegunungan. Karena lagi musim kemarau, debit air nya sedikit nih sungai.


Oooyeaaaah, kiranya sekian dulu deh cerita lebay dan alay saya ini, kasian kalian yang bacanya, haha. Intinya, tempat ini recomended banget buat kalian yang mau refreshing abis rutinitas, sambil di jaga juga ya, kelestarian nya.

So, ini ringkasan perjalanan kami bertiga:

What is it?
Gunung Pamaton, adalah sebuah gunung yang berada di "komplek" pegunungan Meratus juga. Terletak di Desa Kiram, Kec. Karang Intan, Kab. Banjar, Kalsel. Disini adalah saksi bisu terjadinya salah satu perang Banjar, dimana kolonial Belanda yang di pimpin Mayor Koch melakukan serangan secara besar-besaran ke benteng Gunung Pamaton, pada tahun 1861. Serangan ini dapat digagalkan dan banyak menimbulkan korban dipihak Belanda seperti Letnan TerDwerde, Kopral Grimm dan beberapa serdadu Belanda lainnya. Disebutkan juga bahwa digunung Pamaton terdapat pintu masuk kedunia ghaib yang diberi nama Pintu Gerbang Kerajaan Pamaton, tempat Yang Mulia Sri Paduka Pangeran Suryanata bertahta. Diketahui Kerajaan Pamaton adalah pusat kerajaan ghaib di Kalimantan (Kerajaan Banjar).

How to get there?
Jarak terdekat menurut kami adalah dari Ujung Murung, Cempaka, Banjarbaru (clue SDN Sungai Tiung 4). Hanya sekitar 30 menit ke lokasi, kalau lewat sini. 15 menit pertama, jalur masih beraspal mulus, sisanya jalan berbatu, tapi enak aja kok.

What will you see?
Pemadangan pegunungan Meratus nan mempesona, mirip di padang savana Afrika sana sob. Juga terdapat sungai yang penuh bebatuan, air pegunungannya juga segar, mantap. Kalau mau camping di puncak gunung nya juga bisa sob, aman.

The cost?
Berikut rincian biaya kami:
- Bahan bakar kuda besi : 10rb
- Cemilan: 15rb
- "sumbangan" sukarela buat kakek yang jagain motor: 10rb
Total = 35rb

Oh iya, ada bonus juga, haha:

Tiga orang stress yang kurang tamvan juga "belum" mapan, tapi setia :-p


Share:

27 Agu 2015

Dialog Suami Istri Seputar Kurs Mata Uang

Herroe Poerbowaskito -- Halo sob, akhir-akhir ini pada rame banget nih membahas nilai tukar rupiah terhadap dollar yang sudah sangat wow, hehe. Nah kebetulan saya menemukan salah satu pos di Google+ yang memberikan kita sedikit pelajaran tentang apa yang terjadi. Ilustrasi nya berupa perbincangan suami-istri yang membahas kurs mata uang.

Berikut ilustrasi dialog nya:


Istri : Kenapa rupiah terus turun ya pah

Suami : negara lain juga turun..

Istri : aku tanya soal indonesia

Suami : Ya karena mata uang kita tergantung dengan negara lain khususnya dengan amerika..

Istri : Lah apa hubungannya?

Suami : Karena uang itu bukan hanya alat tukar tapi juga komoditas yang diperdagangkan..jadi ttergantung pasar..bisa naik dan bisa juga turun

Istri : Kalau bisa diperdagangkan artinya bisa dihitung dong..berapa nilai rupiah yang benar..

Suami : Ya bisa tapi tidak juga pasti

Istri : Caranya ?

Suami : Ya kita harus hitung surplus neraca perdagangan dan trend kurs mata uang negara lainnya khususnya amerika. Dan ada rumus cara ngitung sehingga ketemu nilai kurs yang efektif

Istri : Engga ngerti aku..Kenapa terus amerika yang jadi masalah?

Suami : Hampir semua negara didunia menggunakan dollar sebagai cadangan devisa negaranya.Sehingga dollar menjadi alat transaksi yang diterima oleh semua negara.Nah masalahnya karena semua negara sudah terlanjur pegang dollar sebagai ukuran maka dollar menjadi mata uang dunia. Akibatnya sedikit saja terjadi gejolak di amerika akan berdampak bertambah atau berkurangnya devisa negara lain..Tentu berdampa juga terhadap kurs.Karena untuk menjaga keseimbangan neraca perdagangan dan neraca pembayaran

Istri : Oh gitu..

Suami : Pemerintah Amerika kalau ingin melemahkan mata uangnya ya dia tinggal cetak lewat penerbitan obligasi yang dibeli oleh bank centralnya dengan suku bunga mendekati nol.Akibatnya dollar melimpah di brangkas pemerintah dan dilempat kenegara lain

Istri : Enak banget..tinggal cetak..terus kenapa uang itu harus dilempar ke negara lain , bukannya dikasih ke rakyat nya?

Suami : Ya itu sebetulnya bukan uang ..itu hanya main main aja. Tujuannya agar negara lain mata uangnya menguat dan dollar melemah.Sehingga amerika punya daya saing untuk ekspor dan barang impor jadi mahal.

Istri : Uh jahat sekali..

Suami : Makanya china marah.

Istri : Terus apa yang dilakukan china?

Suami : ya dia devaluasi mata uangnya agar mata uangnya melemah..indonesia juga melakukan kebijakan longgar agar kurs tidak menguat..

istri : loh kok pada pengen melemahkan mata uangnya.

Suami : Ya untuk memperkuat daya saing ekspor.Nah sekarang amerika berencana memperkuat mata uangnya..

Istri : Caranya?

Suami : ya dia tarik lagi dollar yang ada diluar agar pulang kampung..

Istri : Caranya ?

Suami : Amerika naikkan suku bunga diatas bunga obligasinya.Akibatnya dolar menguat dan mata uang lainya melemah..

Istri : Jadi cuma begitu doang urusannya. Suami : Ya begitu aja..

Istri : Gila..jadi mata uang itu hanya permainan aja

Suami : Ya lah..

Istri : Jaminannya apa ?

Suami : Engga ada. Hanya janji aja..

Istri : Lebih gila lagi..

Suami : ya gila..

Istri : goblok aja kita ya..

Suami : Nah mah.. , janganlah terlalu percaya dengan uang tapi percayalah dengan Alloh.Ini hikmah untuk kita agar hanya Alloh yang kita percaya. Meributkan uang sama saja kita menganggap uang sebagai "second God"...bahkan bisa menjadi nomor satu. Jalani saja hidup ..kalau berlebih berbagi kalau kurang ya sabar..sabar yg ikhlas akan Alloh cukupkan dgn baik, sabar yg ga ikhlas ya seperti yg ditulis org di medsos : " Sabar...kapan sabarnya?..ya sabar aja"...sabar dipermainkan...Alloh juga ga akan mencukupkan kebutuhannya...karena sabar itu fasilitas buat hati kita dari Alloh, dan Alloh ga main2 dgn karunia Nya yg diberikan untuk kita...kita malah mempermainkan, astagfirulloh...pasti hidupnya semakin ga tenang, karena hilang karunia dari Alloh....jangan2 karena itu hidup kita susah...

Istri : Ya papah sayang.. keep husnudzon...keep istiqomah...jabat erat..

Wassalam

Share:

26 Agu 2015

Kisah Nabi Hanzhalah AS

Hanzhalah (Arab: حنظلة, Hanzholah) adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah kepada Penduduk Rass, yang dikisahkan sebagai kaum penyembah berhala yang tinggal dekat dengan telaga. Dikisahkan bahwa ketika Dzul Qarnain mengelilingi berbagai negeri dan memasuki kota Rass, dia menemukan rajanya, penduduknya, wanitanya, anak-anaknya, hewan-hewannya, barang-barangnya, pepohonannya, dan buah-buahnya, semuanya menjadi batu hitam.

Dikatakan bahwa Hanzhalah bin Shafwan seorang rasul dari Bani Israil, keturunan Yahuda. Menurut Ibnu Hazmi, ia meriwayatkan bahwa Qahtan memiliki 10 anak. Semua kesepuluh putranya tak pernah memiliki pewarisnya. Dua lainnya dari anak-anaknya telah memasuki marga Himyar. Jadi, diriwayatkan bahwa salah satu anak yang masuk klan Himyar dikenal sebagai al-Harits bin Qahtan. Kemudian ia memiliki anak yang dikenal sebagai al-'Asur, kemudian ia memiliki keturunan Hanzhalah bin Safwan. Jadi silsilah lengkapnya adalah Hanzhalah bin Safwan (al-'Asur) bin al-Harits bin Qahtan.

Menurut kisah dari al-Kisa’i bahwa di kota dimana Hanzhalah tinggal tersebut, ada sebuah gunung tinggi yang bernama Gunung Falaj. Gunung tersebut dijadikan tempat berlindung sejenis burung yang sangat besar yang diberi nama ʿanqā’. Apabila burung itu terbang, ia bisa menutupi matahari seperti layaknya awan. Lehernya seperti leher unta, memiliki empat sayap, dua panjang dan dua lagi pendek. Bulunya berwarna-warni, suka mengangkat kuda, unta, gajah yang mati, dan binatang yang lainnya dengan cakarnya dan membawanya ke gunung tempat berdiamnya.

Ketika burung tersebut kian membahayakan manusia, ia menyambar penduduk lalu dibawa ke atas gunung dan mereka dijadikan santapan bagi anak-anaknya yang baru menetas, maka penduduk kota tersebut mengadukannya kepada Hanzhalah bin Shafwan. Mendengar pengaduan tersebut, Hanzhalah berdoa agar Allah membinasakan ʿanqā’. Dia berdoa, “Ya Allah, matikanlah binatang tersebut dan putuskanlah keturunannya.” Setelah itu, burung besar tersebut jatuh kemudian terbakar bersama anak-anaknya hingga tak ada lagi bentuknya.

Sebagian orang Arab mengingkari keberadaan binatang bernama ʿanqā’ ini. Menurut mereka, burung itu hanyalah sebuah cerita yang dikarang oleh orang-orang Arab terdahulu, akan tetapi di dalam hal ini ada sebuah syair yang menyatakan keberadaannya, di mana bangsa Arab yang selalu menceritakan segala sesuatu dengan syair. Berikut adalah syair yang pernah ditulis:

"Aku telah belajar banyak dari anak-anak zaman. Mereka tidak bisa dijadikan sahabat, tetapi aku mesti bisa memilih-milih kesempatan. Akhirnya, aku tahu bahwa yang mustahil itu ada tiga, raksasa, ʿanqā’, dan sahabat yang sempurna."

Penduduk Rass membunuh Hanzhalah

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ia menuliskan bahwa, menurut kisah dari Ibnu Hamid meriwayatkan dari Salamah dari Muhammad bin Ishaq, ia meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al Qurodli bahwa setelah Allah mengutus seorang nabi ke sebuah desa, maka tidak ada satu pun penduduknya mau beriman, kecuali seorang budak berkulit hitam.

Setelah Hanzhalah memberikan dakwahnya, maka penduduk desa geram, dan mereka berencana untuk melemparkannya ke dalam sumur, kemudian menutupnya dengan batu besar. Mereka berhasil menangkap Hanzhalah dan melemparkannya ke dalam sumur, dengan harapan mati secara perlahan.

Budak hitam itu melihat kejadian tersebut, hanya bisa menolong Hanzhalah dengan cara memberinya makan, kemudian menutup kembali sumur tersebut. Kejadian ini ia lakukan setiap habis mencari kayu bakar di hutan.

Pada suatu hari budak hitam itu setelah mencari kayu bakar, ia merasakan lelah dan mengantuk, sehingga ia pun merebahkan diri untuk melepas lelah. Dalam kisah ini disebutkan ia tertidur selama tujuh tahun lamanya, sehingga ia tidak sempat lagi memberi makan Hanzhalah.

Budak itu hanya menyangka ia tertidur hanya sebentar. Ketika ia hendak memberi makan Hanzhalah, ia tidak menemukannya di dalam sumur, dan sebelumnya telah terjadi sebuah peristiwa yang menimpa penduduk Rass, kemudian sebagian sisa yang masih hidup mengeluarkan Hanzhalah dari sumur tersebut.

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa budak tersebut di adalah budak yang pertama kali masuk surga.

Share:

Kisah Nabi Hagai AS

alfateh90 -- Hagai (bahasa Ibrani: חַגַּי, Ḥaggai atau "Hag-i") adalah salah seorang dari dua belas nabi-nabi kecil dan penulis Kitab Hagai. Beliau adalah nabi pertama dari tiga nabi (bersama Nabi Zakaria yang hidup sezaman dengannya dan Malakhi yang hidup sekitar seratus tahun kemudian) yang hidup pada zaman sejarah Yahudi yang bermula setelah kepulangan mereka dari pembuangan di Babylon.

Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan pribadinya. Beliau mungkin adalah salah seorang daripada mereka yang dibuang ke Babel oleh Nebuchadnezar. Beliau memulai tugas kenabiannya sekitar 16 tahun setelah kepulangan kembali orang Yahudi ke Yehuda. Usaha pembangunan kembali Bait Suci telah dihentikan karena gangguan-gangguan orang Samaria.

Setelah ditunda selama 15 tahun, pekerjaan itu dilanjutkan kembali melalui usaha Hagai dan Zakaria (Ezra 6:14). Mereka mengimbau rakyat dan membangkitkan mereka daripada kemalasan dan mendorong mereka untuk memanfaatkan perubahan dalam kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah Parsi di bawah Darius I dari Parsi.

Share:

Kisah Nabi Isaiah/Yesaya AS

Republika -- Setelah Bani Israil ditinggal sangat lama dengan kematian Nabi Sulaiman, Allah kemudian mengutus Nabi Yesaya (Isaiah). Ketika beliau diutus, Bani Israil pun tengah dipimpin seorang raja yang saleh, Hizkia (Hezekiah). Itulah salah satu masa kedamaian bangsa Yahudi di Yerussalem.

Yesaya hadir memberikan nasihat kepada mereka. Ia juga menjadi penasihat bagi Hizkia, memberikan saran baik ataupun melarang hal buruk bagi kerajaan Yahudi. Sang nabiyullah pula yang mengambil keputusan segala urusan bagi Bani Israil.

Suatu hari, Raja Hizkia ditimpa sebuah penyakit. Kakinya terkena infeksi yang berat sangat. Kematian sudah ada dihadapannya. Sementara raja sakit, rombongan pasukan Raja Babilonia, Sennacherib (Sinharib) dikabarkan tengah menuju Yerussalem. Mereka bermaksud menyerbu negeri pimpinan Hizkia dengan 60 ribu pasukan.

Raja Hizkia pun kebingungan. Ia khawatir rakyatnya tewas sia dan negerinya porak poranda. Namun ia tak dapat melakukan apa-apa dengan penyakit yang tengah dideritanya. Ia pun meminta nasihat kepada Yesaya, apa yang harus ia lakukan.

“Apakah Allah memberikan wahyu kepada Anda mengenai pasukan Sanherib?” Tanya raja, lemas.

“Allah belum memberikan wahyu apapun kepadaku tentang itu,” jawab Yesaya.

Setelah beberapa hari, Yesaya mendapat perintah dari Allah agar Hizkia bersedia turun tahta dan mengangkat raja baru sebagai penggantinya untuk menghadapi serangan Babilonia. Pasalnya, takdir ajal telah dekat dengan Hizkia. Dengan berat hati, Yesaya pun mengatakannya pada sang raja. Namun raja dengan lapang dada menerimanya.

Raja Hezkia kemudian segera menghadap kiblat kemudian menengadahkan tangan berdoa. Dengan hati yang tulus, sang raja memanjatkan doa, “Ya Tuhan dari segala Tuhan, Ya Raja dari segala raja…. Ya Tuhan yang penuh kebajikan dan penyanyang, Yang tidak tidur dan tidak mengantuk, Yang dapat mengalahkan segala sesuatu… Ingatlah hambaMu ini atas apa yang telah hamba perbuat bagi bangsa Israel. Dan Engkau tentu lebih mengetahuinya, Engkau mengetahui setiap perbuatan hamba dan segala rahasia hamba,” ujar Raja Hezkia, menangis, meminta belas kasih dari Allah Ta’ala.

Allah pun menjawab doa raja yang saleh itu. Kepada Yesaya Allah berfirman bahwa Dia sangat senang Hezkia memanjatlkan doa kepadaNya. Allah pun memperpanjang usia Hizkia hingga 15 tahun lagi. Mendapat wahyu itu, Yesaya pun segera member kabar kepada sang raja dengan gembira.

Mendengar kabar tersebut, Raja Hezkia pun segera menyungkur sujud dan memanjatkan syukur. “Ya Tuhan, Engkau memberikan kerajaan bagi siapa yang Engkau kehendaki. Engkau mengangkat kedudukan siapa saja yang Engkau kehendaki. Engkau mengetahui segala hal ghaib dan nyata. Engkau adalah Al Awwal dan Al Akhir, Engkau memberikan rahmat dan menjawab orang-orang yang kesulitan,” ujar Hezkia memuji Tuhan seluruh alam.

Usai sujud syukur, Yesia meminta sang raja untuk mengusap kaki yang infeksi dengan sari daun Ara. Dengan kehendak Allah, penyakit raja sembuh seketika. Tak hanya menyembuhkan oenyakit raja, Allah pun menolong Bani Israil dengan mengalahkan tentara Sanherib. Tiba-tiba di pagi hari, seluruh pasukan mati tergeletak, kecuali sang Raja Sanherib dan kelima tangan kanannya, termasuk Nebukadnezar.

Mereka dibelenggu selama 70 hari, kemudian dipulangkan ke Babilonia. Saat kembali, Raja Sanherib pun menanyakan hal aneh yang terjadi pada mereka. Para tukang sihir negeri itu pun mengatakan kepadanya, “Kami bercerita tentang Tuhan dan nabi mereka, tapi Anda tak pernah mendengarkan kami. Mereka adalah bangsa yang memiliki Tuhan,” ujar para tukang sihir. Sang raja Babilonia pun berkidik, ia kemudian merasa sangat takut akan Allah.

Sementara di Yerussalem, setelah perpanjangan usia yang diberikan Allah, Raja Hezkia pun menemui ajalnya. Pasca meninggalnya Hezkia, Yerussalem porak poranda. Kondisi Bani Israil sangat buruk. Yesaya yang masih hidup di tengah mereka pun tetap mendakwahkan tauhid dan menyeru Bani Israil agar tetap di jalan Allah. Ia mengingatkan Bani Israil untuk tetap mengingat Allah meski kondisi negara carut marut.

Namun salah satu sifat Yahudi adalah menentang para nabi. Meski Yesaya selalu menjadi wali bagi mereka, bangsa Israil itu justru marah kepadanya. Mereka geram dengan ceramah Yesaya. Mereka pun kemudian memusuhi nabiyullah dan berencana membunuhnya.

Hingga suatu hari, Yesaya tengah melewati sebuah pohon. Sementara Bani Israil mengejarnya untuk membunuhnya. Lalu tiba-tiba pohon yang dilewati sang utusan Allah itu terbuka. Yesaya pun masuk dan berlindung di dalam pohon. Namun Syaithan melihat Yesaya masuk ke dalam pohon. Syaithan pun kemudian membuah jubah sang nabi terjepit sehingga terlihat oleh Bani Israil. Melihatnya, Bani Israil pun segera mengambil gergaji kemudian menggergaji pohon itu. Yesaya pun wafat dibunuh oleh umatnya sendiri.

Kisah Nabi Yesaya tersebut tak tercantum dalam Al Qur’an, pun tak dikabarkan oleh Rasulullah. Dalam ajaran Islam, nama Yesaya juga tak termasuk dalam nama 25 nabi yang harus diketahui. Hanya saja, Ibnu Katsir memasukkan kisah Yesaya tersebut dalam kitabnya “Qashshashul Anbiya”.

Menurut Ibn Katsir, mmengutip dari riwayat Muhammad Ibn Ishaq, Nabi Yesaya merupakan nabi yang muncul sebelum era Nabi Zakaria dan Yahya. Beliau bahkan salah satu nabi yang bernubuat mengenai Nabi Isa dan Nabi Muhammad Rasulullah. Silahkan merujuk kembali kitab Ibn Katsir tersebut.

Share:

Kisah Nabi Maleakhi/Malakhi AS

Maleakhi atau Mal'akhi artinya "Utusan/Malaikatku" adalah seorang nabi dalam Alkitab, Perjanjian Lama umat Kristiani dan Talmud bagi umat Yahudi. Malakhi adalah nabi terakhir dalam 12 nabi-nabi kecil dan penulis Kitab Maleakhi, kitab terakhir dalam Perjanjian Lama (Mal. 4:4-6) edisi Kristiani, dan merupakan kitab terakhir dalam kumpulan Nevi'im (nabi-nabi) dalam Talmud Yahudi.

NABI MUHAMAD DALAM KITAB NABI MALEAKHI

Di dalam kitab Nabi Malakhi ada dinyatakan mengenai Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad pada pasal 3 :1: 2 yang dinyatakan seperti berikut : "Bahwasanya Aku menyuruh utusanku yang menyediakan jalan dihadapan hadirat-Ku dan dengan segera akan datang kepada ka'abahnya, Tuhan yang kamu rindukan itu. Bahwasanya ia akan datang, demikianlah firman Tuhan sekalian alam. Tetapi siapakah gerangan yang akan menderita di hari kedatangannya? Dan siapakah yang tahan berdiri apabila dia terlihat? Karena dia akan seperti api pandai emas dan akan seperti sabun binara." "Akan datang seorang utusan," yang seperti nyala api dan sabun binara. Kedatangannya dengan membawa anasir-anasir yang panas, keras seperti sabun binara. Ia tidak datang seperti Yesus (Isa) yang lembut dan "sunyi senyapnya." Iapun tidak bersikap selemah lembut seperti Yesus, yang mengasuh umat seperti seekor induk ayam mengumpulkan dan menaungi anak-anaknya. Alangkah penyabarnya Yesus ini. Tetapi akan orang yang datang sesudah Yesus itu dengan panas seperti panasnya api pandai emas jua ia membakar bumi Arab bahkan sampai ke hujung Hispanola (Spanyol) dengan seruan yang sangat menggetarkan hati lawannya.

Apa yang dapat disimpulkan di sini adalah kedatangan Nabi Muhammad memang sudah diramalkan dan baginda akan menyebarkan agama yang cukup lengkap dan sempurna yakni Islam keseluruh dunia bermula dari Tanah Arab hinggalah ke seluruh dunia bahkan yang dikatakan hingga ke Spanyol itu telah terjadi ketika panglima Tariq bin Ziyad telah sukses menawan Spanyol atau Al Andalus melalui peperangan jihad dan seterusnya menyebarkan Islam di wilayah tersebut. Dan memang benar bahwa seruan Takbir yang dilaungkan oleh para pejuang Islam telah menggetarkan hati musuh-musuh Islam terutamanya dalam setiap peperangan jihad.

Share:

Kisah Nabi Amos AS

alfateh90 -- Nabi Amos A.S. adalah seorang Nabi yang berasal dari Tekoa yaitu di sebelah tenggara Baitulaham. Di dalam Alkitab, kitab Amos ditulis oleh Nabi Amos. Beliau juga adalah Nabi yang pertama dalam Alkitab yang pesannya dicatat secara terperinci. Beliau berasal dari sebuah kota di Yehuda, tetapi ia berkhutbah kepada orang-orang Israel di kerajaan utara sekitar pertengahan abad ke-8 SM.

Pada masa itu banyak orang hidup makmur, ibadah dipentingkan dan negeri Israel nampaknya damai. Tapi Amos melihat bahwa yang mengecap kemakmuran hanyalah para hartawan yang memperkayakan diri dengan hasil penindasan dan ketidakadilan terhadap orang miskin. Orang menjalankan ibadah dengan hati yang tidak ikhlas dan keadaan damai hanya tampak dari luar. Dengan berani dan penuh semangat, Amos menyampaikan pesan bahwa Tuhan akan menghukum bangsa Israel. Amos menyeru agar keadilan "mengalir seperti air". Beliau berkata, "Mungkin Tuhan akan mengasihani orang-orang yang ditindas dari bangsa Israel".

Begitulah sedikit kisah mengenai Nabi Amos A.S. yang lantang menentang ketidakadilan yang berlaku dalam masyarakat.

Share:

Kisah Keluarga Imran AS

Dunia Nabi -- Imran adalah seorang yang taat menjalankan perintah Allah swt. Ia juga dihormati pada masa itu. Ia menikah dengan wanita bernama Hannah. Hannah juga seorang wanita yang taat beribadah. Ia senantiasa mengingat dan memuji Allah.

Setelah berpuluh-puluh tahun menikah, mereka tidak dikaruniai seorang anak pun. Pada awalnya, mereka hidup bahagia. Namun lama-kelamaan, Hannah merasa kesepian. Ia berdoa kepada Allah. Hannah merasa kesepian. Ia berdoa kepada Allah. Hannah bernazar bila ia memperoleh anak lelaki, ia akan membawanya ke rumah suci Baitul Maqdis. Anaknya akan mengabdi kepada Tuhan. Allah mengabulkan doa Hannah. Hannah mengandung, Imran dan Hannah sangat bahagia. Namun, Imran meninggal sebelum Hannah melahirkan.

Pada saat tiba masanya, Hannah pun melahirkan. Namun, ia kecewa karena anaknya adalah perempuan. Ia memberi nama anaknya, Maryam. Meskipun anaknya perempuan, Hannah tetap mengantar Maryam ke Baitul Maqdis.

Nabi Zakaria Mengasuh Maryam

Hannah menyerahkan Maryam kepada para pendeta untuk dijaga. Setelah Hannah pulang, para pemuka agama tidak dapat memutuskan siapa yang mengasuh Maryam. Semua pemuka agama ingin mengasuh Maryam.

Kemudian, para pemuka agama membuat kesepakatan. Mereka membuang pena (alat tulis) ke sungai. Pemilik pena yang tidak tenggelam adalah orang yang mengasuh Maryam. Ternyata, hanya pena Nabi Zakaria yang tidak tenggelam. Oleh karena itu, Nabi Zakaria mengasuh Maryam. Kebetulan, Hannah dan istri Nabi Zakaria adalah kakak beradik. Nabi Zakaria mengasuh Maryam dengan penuh kasih sayang. Apalagi, Nabi Zakaria belum memiliki anak.

Maryam tumbuh menjadi perempuan shalihah. Ia adalah perempuan yang sangat mulia dan suci. Ia senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi perbuatan maksiat. Maryam memenuhi hari-harinya dengan beribadah kepada Allah.

Share:

Kisah Nabi Khidir AS

Quran al-Shia -- Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)

Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma' al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.

Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur'an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.

Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur'an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur'an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:

"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. al-Kahfi: 65)

Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.

Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.

Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur'an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.

Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur'an.

Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."

Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.

Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.

Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."

Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.

Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. "

Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:

"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)

Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata: "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku."

Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa: "Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku." Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.

Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:

"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.

Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya." Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.

Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.

Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.

Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:

"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.' Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.' Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?' Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.' Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)

Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.

Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.

Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.

Pertama, firman-Nya:

"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."

Kedua, perkataan Musa kepadanya:

"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.

Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.

Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:

"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)

Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.

Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)." Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: "Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.

Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.

Share:

Kisah Nabi Zulkarnain AS

Zulkarnain secara harfiahnya berarti "Dia yang Bertanduk Dua", merupakan satu tokoh yang disebutkan di dalam Qur'an, yang menyatakan beliau sebagai raja yang hebat dan adil yang membangun tembok pengurung Yakjuj dan Makjuj. Menurut sejarah, Zulkarnain dikatakan sebagai Iskandar Agung (Alexander dari Macedonia), tetapi disangkal oleh para ulama dan sarjana Islam yang mengatakan Zulkarnain adalah Cyrus Agung. Gelar tersebut turut terkenal di kalangan masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam yang boleh dikatakan telah digunakan sekurang-kurangnya oleh tiga orang raja yang berbeda.

Pertanyaan

Persoalan tentang Zulkarnain tercatat dalam sirah nabawiyah (sejarah Nabi) dan tertulis dalam sirah Ibnu Ishaq yang menceritakan bahwa musyrikin Makkah meminta bantuan Yahudi Khaibar untuk mencari kelemahan Muhammad S.A.W. Ketika Nadr mengatakan hal tersebut kepada mereka, mereka mengirim dia dan Uqbah bin Abu Muit kepada rabbi Yahudi di Madinah. Untuk membuktikan kenabian, rabbi tersebut akan mengajukan tiga pertanyaan yang bila dijawab dengan betul, maka itu membuktikan akan baginda seorang nabi dan begitu juga sebaliknya.

Pertanyaannya ialah:

1.Tentang beberapa anak muda di zaman dahulu yang ceritanya amat pelik dan menakjubkan.

2.Tentang seorang lelaki yang merupakan pengembara hebat yang telah sampai ke timur dan barat.

3.Tentang Roh.

Baginda Muhammad s.a.w. meminta waktu untuk menjawabnya dan selepas diturunkan wahyu, semuanya telah terjawab melalui surah al-Kahfi ayat 83-98.

Bertanduk dua?

Sebagian pihak berpendapat gelar "Zulkarnain" artinya "bertanduk dua", yang secara tersirat merujuk kepada prasasti yang ditempa untuk Iskandar Agung maupun ukiran dinding Cyrus Agung. Pentafsir Quran abad ke-14 memberikan sebab yang berbeda. Dalam Tafsir Ibn Kathir menyatakan, "sebagian mereka memanggilnya Zulkarnain karena dia mencapai dua "tanduk" (batas) matahari, timur dan barat, tempat ia terbit dan terbenam."

Tambahan pula, nama Zulkarnain juga diterjemahkan menjadi "dia yang berketurunan dua", "dia yang hidup hingga dua kurun", "dia yang memiliki dua kerajaan" ataupun "raja dua kerajaan". Banyak yang mentafsirkan perkataan tersebut dengan maksud yang berbeda. Terdapat juga pendapat yang mengatakan "bertanduk dua" bermaksud menggabungkan 2 negeri.

Share:

16 Agu 2015

Keindahan Bukit Langara Kandangan

Salam sejahtera sobat, semoga kita selalu dilimpahkan rahmat oleh Tuhan. Kali ini saya mau share, cerita saya dan teman-teman menuju Bukit Langara di Kandangan Kalsel. Katanya sih pesona pemandangan pegunungan Meratus nya itu lho yang bikin gak nahan sob. Maklum saja, orang yang sudah dirudung kesibukan dalam bekerja ini rentan stres, jadi harus diimbangi dengan liburan juga donk. Nah, dibawah ini lagi-lagi cerita alay dari saya yang akan saya suguhkan, saya sarankan untuk menutup browser dan clear history anda, wahahaha.

Oke, singkat story, berawal dari teman saya yang ngajak untuk liburan ke daerah Kandangan, Kab. Hulu Sungai Selatan. Pilih-pilih menu antara Air Terjun Haratai or Air Panas Tanuhi or Langara, kami putuskan ke Langara, Kec. Loksado. Rencana awal kami ingin berdua saja, tapi setelah direnungkan sejenak di pertapaan (caelah apa ini?), kami menyebarkan isu liburan ini kepada teman-teman. Akhirnya, dua simpatisan fix bergabung, total ada empat orang. Ajaibnya, semua dari kami gak ada yang tau jalan menuju daerah Langara ini.

Daripada malu harus gagal, nekat aja berangkat, go! Saya, Septi, Ito, dan satu cewek bernama Eka, kami ini tak ganteng dan si Eka itu cewek "jadi-jadian", jadi jangan tanya rupa kami ya, wkwkwk peace sob. Tepat hari Sabtu pukul 10 malam, kami berangkat dari Bati-Bati. Menempuh perjalanan malam nan syahdu selama 3 jam, akhirnya sampailah kami di Kota Kandangan. Satu hal yang bikin bingung, jam sudah pukul 2 dinihari, mau tidur dimana? Halah, daripada pusiang, hajar tidur di Masjid, haha.

Dibangunkan oleh sang Marbot Masjid Agung Kandangan (dikira beliau gembel dari mana ini?), kami lanjut sholat subuh. Ba'da subuh, jalan-jalan sebentar di pasar Subuh sob, sambil cari kudapan. Setelah puas keliling pasar, kami bersiap melakukan hal yang sangat mainstream, tapi hal ini sama sekali jangan di abaikan jika berkunjung ke Kandangan, yaitu sarapan pagi dengan menu Ketupat Kandangan sob, yang terkenal itu. Njirrr, doyan apa lapar? Musnah lah empat porsi ketupat Kandangan.

Hal yang tak terduga terjadi, kami bertemu teman, namanya Endang yang kebetulan bekerja di salah satu rumah sakit di Kandangan (promosi katanya). Yaudah kami ajak saja si Endang, lagian bisa numpang mandi di kost nya, wkwkwk. Minggu pukul 07:30 berangkatlah kami berlima dengan hanya bermodal sinyal GPS hengpon dan petunjuk dari mbah Google yang wasiat terkenal nya berbunyi "Lurus arah Loksado, nanti pas di persimpangan arah Batulicin, belok kanan sedikit, disitulah jalur ke bukit Langara".

Setelah 30 menit dari Kandangan kota, tiba lah kami di Langara, horay! Parkir mobil, lalu pemanasan sebentar, lanjut mendaki menuju puncak. Jalur yang cukup terjal cukup membikin nyot-nyotan eh ngos-ngosan. 15 menit berlalu, tiba lah kami di puncak bukit Langara ini. Saran saya hati-hati sob, bebatuan kapur nya keras dan tajam serta licin, jika kepala sobat "cium" ini batu, wallahua'lam deh.


Buseeeet, angin nya sejuk plus pemandangan pegunungan Meratus nya bikin fresh sob.








Kalo pemandangan kaya gini, jadi teringat taman nasional Yosemite di negara Amrik deh. Maaf ya sob, kamera murahan jadi rada burem image nya.


Hmmm, ini nih! Jangan ditiru sob kelakuan orang yang katanya kekinian yang tak bertanggung jawab ini, juga buang sampah kertas sembarangan, ckckkck. Ingat, seharusnya jangan tinggalkan apa-apa kecuali kenangan mantan eh salah, jejak kaki. Boleh aja sih bawa cemilan, asal sampah nya jangan di buang sembarangan, demi kelestarian wisata ini, ngono lho.


Nah, kalau ini batu "cium" kepala atau lutut, fatal sob. Ekstra hati-hati ya selalu.



Njirrr, ada yang mau repot-repot upacara bendera juga, hehe.


Terbayar sih, lelah waktu "manjat" tadi.



Menyegarkan kaki berendam di sungai sob, setelah turun dari bukit.


Nah gimana sob? Berminat kalau mau kesini? Sobat mesti datang juga kesini. Dijamin bikin fresh lagi deh, dan bagi wanita, bisa jadi alternatif juga untuk menurunkan berat badan, wekawekaweka.

So, jadi ini kesimpulan dari perjalanan kami menuju ke Langara:

What is it?
Langara adalah salah satu bukit di "komplek" pegunungan Meratus, terletak di desa Lumpangi. Struktur nya di dominasi batuan kapur yang keras. Deretan pegunungan ini diperkirakan terbentuk sekitar 100-75 juta tahun lalu akibat tubrukan lempeng tektonik. Di samping deretan pegunungan ini, ada bukit-bukit yang "mengiringi" nya. Termasuk deretan bukit Langara.

How to get there?
Dari kota Kandangan, langsung menuju arah Loksado (jalur lintas Kandangan-Batulicin). Sekitar 30 menit dari Kandangan, nanti ada persimpangan menuju arah Batulicin, belok kanan sedikit ada jembatan, disamping jembatan ada lahan parkir untuk pengunjung bukit Langara.

What will you see?
Pemadangan puncak bukit yang sangat indah dengan background pegunungan Meratus. Kalau dibanding-bandingkan, hampir mirip dengan taman nasional Yosemite di negara Amerika Serikat lho, menurut saya. Tiupan angin yang tidak terlalu kencang juga menambah kesejukan sob setelah lelah mendaki.

The cost?
Berikut rincian biaya kami:
- Bertahan hidup (makan minum): 70rb
- Bahan bakar: 200rb
- Parkir untuk mobil: 10rb
- Biaya masuk: 5rb dikali lima orang, total 25rb
Total = 305rb

Bonus penampakan, hihi:



Oke sob, sekian cerita super lebay ini, salah kata mohon diampuni jangan dibata, wassalam.


Share:

12 Agu 2015

Kisah Cinta Abu al-Ash Dan Zainab ra. Puteri Rasulullah

sudarjambi.blogspot.com - Kisah cinta yang begitu bergemuruh. Antara bakti terhadap suami tercinta dan bakti terhadap Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Terbentang jarak dan waktu mengeja tentang arti kesabaran bahkan keikhlasan. Penantian dan Do’a menjadi kalimat kalam atas bahasa langit yang masih tersimpan. Begitu ironis, ketika pada akhirnya takdir cinta itu dipertemukan dalam kematian yang mengharukan.

Inilah kisah hidup dan tak lekang oleh waktu. Cinta sejati. Kisah putri pertama Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam dari Istri tercinta beliau; Khadijah. Juliet itu bernama Zainab Binti Muhammad. Ketika Rasullullah masih berada di Makkah, beliau menikahkan Zainab dengan seorang pemuda Quraisy bernama Abul Ash ibn Rabi’. Seperti halnya Zainab sebagai putri tertua dari seorang wanita terpandang di Mekkah kala itu; Khadijah, Abul Ash juga memiki status sosial dan nasab terhormat. Bukan strata biasa bagi kalangan suku Quraisy saat itu.

Tak lama setelah wahyu turun kepada Rasulullah untuk membawa ajaran Islam ke seluruh penjuru alam semesta, Zainab menyatakan dirinya beriman terhadap agama yang dibawa ayahnya itu. Meskipun Rasulullah mendapat tekanan yang begitu dahsyat dari kaum kafir Quraisy termasuk pula kepada seluruh keluarganya, namun Zainab tetap bersikukuh hati untuk beriman kepada Allah. Cobaan yang begitu besar senantiasa menerjang keluarga Rasulullah. Termasuk kepada ke Dua adik Zainab; Ruqayyah dan Ummu Kultsum, suami-suami mereka menceraikan mereka berdua dengan semena-mena setelah mendengar Nabi Muhammad membawa ajaran baru di kalangan suku Quraisy.

Tetapi hal itu tak berlaku bagi Abul Ash. Abul Ash sama sekali tak berbantah. Dia juga tidak menunjukan permusuhan terhadap Zainab yang merupakan anak dari Nabi Muhammad; seseorang yang dikucilkan dan dimusuhi oleh orang-orang Quraisy sebagaimana Utbah dan Utaibah kepada Ruqayyah dan Ummu Kultsum.

Walaupun Abul Ash syirik dan tidak mau sedikit pun menerima Islam, tetapi cintanya kepada Zainab sama sekali tidak berubah. Masih meriak laksana ombak di tepi pantai. Dia tetap berlaku baik terhadap Zainab, mencintainya setulus hati tanpa ada sedikitpun benci di hatinya. Begitu pula dengan Zainab, ia tetap mencintai Abu Ash dan mengaguminya serta tak henti mendoakan Abu Ash agar Allah memberikan hidayah kepadanya untuk berada di pangkuan Islam.

Permusuhan kaum kafir Quraisy terhadap Rasulullah dan ajaran Islam sudah melampaui batas. Hingga saat turun perintah Allah agar Nabi Muhammad hijrah dan bertolak ke Madinah. Dalam perjalanan hijrah itu Zainab tidak mengikuti ayahnya. Ia lebih memilih berbakti kepada suaminya di Makkah. Ia bertahan di Makkah menjaga Abul Ash dan menunjukan baktinya yang luar biasa kepada suaminya itu. Abul Ash juga tak kalah perhatian terhadap Zainab, ia menjaga dan merawat Zainab dengan sepenuh jiwa.

Bertahun-tahun, cinta mereka bertahan dalam gelombang keimanan yang dasyat di Makkah. Zainab yang tanpa sosok ayahnya lagi Rasul utusan Allah, tetap menjaga keimanan terhadap Allah di antara riuhnya orang-orang yang memusuhi Islam kala itu. Sang suami meskipun Kafir tetap melindungi Zainab dari perilaku-perilaku kaum Quraisy. Ia tetap menghargai keimanan sang Istri, tanpa sedikitpun ia mengekang Zainab untuk beribadah kepada Allah.

Suatu ketika...
Tatkala kaum Quraisy Makkah keluar dalam ekspedisi Perang Badar untuk menaklukkan Islam, Abul Ash ikut serta di dalamnya. Bersama mereka dia pongah dan berbulat hati untuk membasmi Islam. Ditinggalkannya Zainab di Makkah dengan pikiran kalut berbalut emosi untuk meluluh lantakan Islam dari muka bumi. Zainab terdiam di rumahnya yang sepi tanpa kehadiran Abul Ash untuk bercurah kasih. Pikiran Zainab pecah terbagi. Di satu sisi, ia mencemaskan ayahnya dan orang-orang muslim yang membela agama Allah. Di sisi lain, ia takut sesuatu yang buruk menimpa suami tercintanya. Begitu galau hatinya kala itu. Siapa lagi tempat mengadu tentang apa yang dialami, jika bukan kepada Allah ia kembali.

Hari demi hari berlalu. Perang Badar pun usai. Takdir langit menjawab. Zainab yang lemah tak berdaya diberikan limpahan rahmat. Islam menang, sementara suaminya Abul Ash selamat meskipun tertawan. Demi dzat yang menciptakan langit dan bumi, lega lah hati dan perasaan Zainab saat itu.
Satu persatu orang-orang musyrik mengirimkan utusan untuk menebus keluarganya yang ditawan umat Islam di Madinah. Tetapi, karena keterbatasan harta Zainab tidak punya apa-apa untuk menebus suaminya. Ia kembali terdiam. Seketika rasa sedih kembali menggelayut di hati. Dengan apa ia harus menebus, jika satu-satunya harta yang ia miliki hanyalah kalung peninggalan ibunya; Khadijah. Kalung itu diberikan kepada Zainab sebagai hadiah saat ia menikah bersama Abul Ash dulu. Zainab sadar jika kalung itu sangat berharga bukan karena nilainya, tapi kisah yang tersemat di dalamnya. Tentang ibunda tercinta. Namun kecintaannya terhadap suami mampu memudarkan kenangan indah di balik kalung pemberian Khadijah itu.

Maka, ia utuslah beberapa orang kerabat Abul Ash untuk menemui sang Nabi, yakni ayahnya sendiri. Tatkala nabi melihat kalung tebusan untuk Abul Ash yang dibawa oleh utusan itu ia terperanjat. Nabi bergeming menatap kalung itu. Ia segera mengenali jika kalung itu adalah kalung peninggalan istrinya dulu. Setiap lekukan dan ukirannya masih jelas, seolah-olah kenangan itu kembali hidup di hadapan Nabi. Hati berdebar, air mata menetes perlahan membasahi pipi. Kalung itu sungguh memijarkan pelangi kenangan. Begitu terang masa lalu itu. Seolah membawa beliau menyusuri hari-hari lalu penuh cinta bersama Khadijah.

Nabi tidak ingin mencabut kenangan indah itu dari putrinya; Zainab. Tetapi, beliau juga tidak ingin mencabut hak prajurit atas harta rampasan (Ghanimah). Maka diungkapkanlah isi hati beliau itu dengan tutur kata yang lembut dan memukau kepada prajurit-prajuritnya. Beliau bersabda tanpa aksen memerintah ataupun mengharuskan, “Kalau tidak keberatan, kalian serahkan kepadanya (Zainab) tawanannya berikut kalungnya.”

Karena kalung itu dan cinta sang putri begitu besar terhadap suaminya, maka hati Nabi luluh. Ia membebaskan Abul Ash tanpa tebusan sepeser pun. Abul Ash pulang ke Makkah dengan kalung kenangan milik Zainab terlingkar di lehernya. Anugerah yang begitu besar, anugerah yang tak mungkin dia dapatkan tanpa adanya Zainab. Maka, makin tinggilah derajat Zainab di hati Abul Ash. Cinta Abul Ash semakin besar.

Setibanya Abul Ash di Makkah, kebahagiaan membuncah di antara keduanya. Isak tangis tak terbendung. Abul Ash meloncat dari atas Ontanya, berlari memeluk Zainab. Istri tercinta. Bagitulah takdir Allah, ketika ia meridhoi sesuatu ... apapun itu maka akan tetap terjadi. Begitu pula cinta Zainab dan Abul Ash. Keputusan Allah itu pasti, rencana Allah selalu happy ending. Entah apa rencana Allah pada sepasang suami istri ini(?) Pastilah sesuatu yang besar adanya.

Setelah pertempuran itu, kehidupan mereka bahagia. Zainab sedikit demi sedikit mampu merekahkan senyuman. Sang suami di hari-hari yang ia lalui selalu ada untuk Zainab, begitu pula dengan Zainab yang selalu menjadi penyejuk hati bagi Abul Ash. Kebahagiaan apalagi lah yang mereka cari, selain kebersamaan indah ini. Lamat-lamat Zainab berdoa agar keceriaan ini akan terjalin selamanya.

Sungguh sempurna hidup mereka kini. Terlebih ketika suatu hari Abul Ash menemukan Zainab muntah setelah makan malam. Semula ia kira Zainab sedang sakit, namun setelah ia periksa pada tabib ternyata Zainab hamil. Zainab mengandung buah hati dari cinta mereka berdua setelah bertahun-tahun bersama. Mungkin baru kini Allah memberikan amanah itu kepada Abul Ash dan Zainab karena waktu ini yang tepat. Zainab percaya jika setiap ketentuan Allah adalah yang terbaik untuk hambanya.

Lagi-lagi takdir mengambil perannya. Tak lama Zainab dan Abul Ash bersama hidup bahagia di Makkah, turun sebuah wahyu yang mengharamkan orang Islam kawin dengan orang Musyrik. Seketika Rasul memerintahkan agar Abul Ash menceraikan anakknya; Zainab. Keputusan itu begitu berat bagi keduanya. Bagaimana mungkin langit kembali memisahkan mereka setelah apa yang terjadi. Dan setelah apa yang mereka lewati. Tapi itulah cinta, cinta kepada Allah yang begitu besar tumbuh di hati Zainab memaksa ia harus mendekap erat keikhlasan untuk berpisah. Abul Ash juga merasakan, meskipun cinta mereka begitu dahsyat namun apalah daya jika Kehendak takdir mengatakan demikian.

Kesabaran dan keikhlasan lah yang mesti mereka tanam kini. Setelah kebahagiaan yang mereka rangkai, kini mereka harus berpisah. Tentunya untuk hal yang lebih mulia; Ridho Allah SWT. Tak pelak lagi kesedihan mendera keduanya. Bagaimana janin yang ada dalam kandungan Zainab, belum juga ia terlahir ia telah merasakan pahitnya hidup kedua orang tuanya.

Setelah Abul Ash menceraikan Zainab, ia berjanji untuk mengantar Zainab langsung pada ayahnya di Madinah.

Dalam perjalanan menuju Madinah, suatu kejadian tak disangka-sangka menimpa rombongan perjalanan Abul Ash dan Zainab. Penyamun menyerang mereka. Akibat peristiwa mengejutkan itu, Zainab jatuh terjerembab dari Ontanya. Hal itu mengakibatkan janin yang ia kandung gugur pada saat itu juga. Harapan buah cinta mereka kandas sudah. Hampir saja jiwa mereka tak tertolong jika saja Allah tidak menurunkan rahmat berupa pertolongan melalui seorang penyelamat. Mereka baru bisa tiba di Madinah setelah melewati sekian ribu undakan dan turunan yang terjal. Zainab dengan fisik lemah akibat keguguran merasakan betul betapa berat dan pedihnya perjalanan yang mereka tempuh.

Sesampai di Madinah, Abul Ash menyerahkan Zainab pada Nabi. Ia menceritakan semua kejadian yang mereka alami di jalan saat menuju Madinah. Nabi paham kesedihan yang menggurat di wajah mereka berdua. Lebih dahsyat lagi. Selain mereka kehilangan buah hati mereka yang masih dalam kandungan Zainab, kini mereka harus berpisah untuk selama-lamanya. Abul Ash menelan ludahnya, tenggorokan dia tercekat saat sadar dirinyalah pemeran utama yang berada di jelaga takdir ini. Kisah cinta mereka harus rela terpenggal oleh kenyataan yang ada. Zainab seorang muslim yang taat kepada Allah dan Rasulnya, sementara Abul Ash hanyalah seorang kafir Quraisy yang teramat membenci Islam.
...
Jauh di kota Makkah, setiba Abul Ash kembali ke kampung halamannya. Dirinya tak kuasa melupakan Zainab. Wajahnya selalu terbayang. Kerinduan padanya begitu tak tertahanan. Ia berharap dapat menemukan jalan keluar dari keadaan pelik yang menyiksa ini. Seribu pedang melukai tubuh dia masih bisa bertahan, lalu bagaimana dengan perasaan(?) sungguh ini sangat sulit dikendalikan.

Hari demi hari berlalu. Bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun. Abul Ash masih saja tetap setia dengan kesendiriannya. Ia masih menjaga rasa cinta itu hanya untuk Zainab.

Demi untuk mengurangi rasa rindunya pada Zainab, Abul Ash mulai menyibukan diri dengan berdagang. Suatu profesi yang sudah ia geluti sejak lama. Sebagai seorang pedagang, Abul Ash sangat jujur dalam urusan jual-beli. Ia sangat dipercaya oleh juragan-juragan Quraisy, karena setiap kali ia mengurus perniagaan mereka. Selalu saja Abul Ash kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda.

Pada suatu hari, pada saat kedatangan kabilah Syam. Abul Ash ikut dalam rombongan ekspedisi dagang para saudagar Makkah untuk berniaga ke luar. Meraka menargetkan menjual barang-barang dagangan di pasar-pasar Bashrah dan sekitarnya. Tetapi malang, saat hendak pulang ke Makkah para prajurit Muslim yang kebetulan berpatroli di daerah sana berhasil memergoki Abul Ash dan rombongan. Seluruh barang dagangan Abul Ash ditahan oleh Prajurit Muslim, bahkan dirinya juga dapat tertangkap andai saja dia tidak segera menghidar dari tempat itu untuk bersembunyi.

Sendirian Abul Ash berjalan di tengah bentangan luas gurun sahara yang panas. Ia takut. Ia merasa dunia begitu sempit. Sederetan pertanyaan berdesakan di kepala; bagaimana harus kembali ke Makkah dengan tangan kosong? Apa yang akan dia katakan kepada juragannya? Ia terus berpikir mencari jalan di tengah himpitan panas yang membakar. Tiba-tiba ia mendapat sebuah inspirasi yang membentuk tekad dan keyakinan mantap.
Ia berencana mendatangi Madinah untuk meminta perlindungan mantan istrinya; Zainab. Seseorang yang sangat ia cintai.

Berkirim suratlah ia ke Madinah kepada Zainab guna menceritakan semua hal yang ia alami saat ini. Tentang setiap gundah hati. Tentang segala masalah yang melilitnya hingga Abul Ash tak berani pulang kembali ke Makkah. Tak dinyana surat itu berbalas, Zainab menyetujui jika ia akan melindungi Abul Ash selama di Madinah.
...
Keesokan harinya...

Saat kaum Muslimin melaksanakan Sholat Shubuh berjamaah bersama Rasulullah. Khusyuk menikmati lantunan kalam Allah yang dibacakan Rasulullah, tiba-tiba terdengar seorang wanita berteriak dari belakang mereka. Suara itu berasal dari Zainab.

“Wahai kaum Muslimin yang dirahmati Allah! Au memberi perlindungan kepada Abul Ash ibn al-Rabi’.”

Usai Sholat, Nabi bertanya heran kepada sahabat, “Apakah kalian mendengar apa yang tadi kudengar?”
“Ya,” jawab mereka.

“Aku tidak tahu apa yang saat ini sedang terjadi, hanya yang pasti, setiap muslim dilindungi oleh muslim lain yang terdekat,” sabda beliau.
Dalam hati Nabi tahu jika Abul Ash belumlah menjadi seorang Muslim, ia masih musyrik. Namun cukuplah hal itu membuat Muslim lainnya tenang dan tak sampai melakukan sesuatu yang buruk pada Abul Ash sampai semuanya menjadi jelas baginya.
Kemudian diutuslah seseorang kepada Zainab untuk menyampaikan pesan Nabi, “Jangan sampai ia (Abul Ash) mendatangimu, sebab kamu tak halal lagi baginya.”

Akhirnya, setelah diberi tahu oleh sahabat, Nabi tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Abul Ash. Ia datang ke Madinah dengan ketakutan yang luar biasa untuk meminta perlindungan kepada Zainab. Nabi merasa iba. Hati beliau bergemuruh. Bukan semata karena Zinab adalah putrinya. Meski beliau tahu perasaan apa yang masih putrinya pendam hingga sekarang. Cinta kepada Abul Ash. Ini semua juga karena batinnya yang terus dirajam lara dan tak henti menuai duka. Beliau terhenyuh saat memikirkan Abul Ash. Tentang cintanya terhadap Putri beliau. Beliau berharap Abul Ash segera mendapat hidayah dari Allah. Bahkan, untuk itu beliau bermunajat khusus untuknya, sebagaimana pula beliau bermunajat untuk kaum musyrik pada umumnya, agar diberi hidayah oleh Allah. Tanpa disadari, air mata Rasul luruh.

Mendengar kabar yang santer beredar di Madinah tentang perlindungan Zainab kepada Abul Ash, tahulah kaum muslim sisi-sisi cerita yang sebenarnya. Mereka semua menghormati keluarga Nabi. Mereka dapat menangkap ekspresi kesedihan nabi terhadap kisah hidup putrinya dan Abul Ash. Karena itu, cepat-cepat mereka mengembalikan barang-barang milik Abul Ash yang mereka tangkap kepada pemiliknya secara utuh. Tanpa kurang sedikit pun. Mereka juga membiaran Abul Ash pulang ke Makkah dengan membawa serta hartanya dalam keadaan aman.

Sungguh kekuatan cinta begitu besar. Kekuatan itulah yang membulatkan tekad Abul Ash untuk menuju Madinah. Dan karena cinta itu pula ia kini dapat mengambil kembali barang-barangnya. Sepanjang perjalanan ia habiskan untuk merenungi setiap jengkal peristiwa yang ia alami. Dan tahulah dia sekarang bahwa kaum Muslim di Madinah tidak menunjukan sikap permusuhan kepadanya. Bahwa mereka sama seali tidak menginginkan hartanya. Bahkan yang lebih luar biasa bagi Abul Ash dan membuat hatinya kagum saat mereka berhijrah dan meninggalkan harta benda begitu saja. Mereka lepaskan seluruh kekayaan dan segala attribute keterhormatan status sosial yang mereka sandang. Mereka rela hidup misin dan jelata di jalan Allah. Dan kini, usai perang badar yang prestisius itu, kekuatan mereka makin kukuh. Kedudukan mereka meningkat, dan kemuliaan yang dulu mereka tinggalkan kini tergenggam kembali di tangan. Bahkan kini mereka siap mencerabut kehormatan kaum Quraisy dan menerjang segala alang merintang. Kini umat muslim siap menaklukan dunia!

Terkenang kembali dalam pikiran Abul Ash keagungan hati Zainab dan hati Rasulullah SAW. Juga sikap kaum muslimin yang lain, demi rasa hormat mereka pada Zainab, mereka telah mengembalikan martabat dan kehormatan dirinya di tengah-tengah masyarakat Makkah. Maka, begitu masuk Baitullah yang suci dan menatap Ka’bah, jauh dari lubuk hatinya Abul Ash memancarkan iman.

Cahaya yang menancap menjadi satu tekad. Tekad yang jauh lebih suci dibandingkan dengan tekad dia sewaktu disergap prajurit Muslim di dataran tinggi Madinah yang hampir menewaskan dirinya. Kini dia merasa manjadi bayi yang baru saja dilahirkan ke bumi.
...
Penduduk Makkah menyambut kedatangan Abul Ash yang membawa hasil melimpah itu dengan ucapan selamat dan doa kebaikan. Mereka berkumpul memuji kejujuran, kemuliaan dan kedudukannya yang agung setelah laba yang didapatkannya diserahkan kepada mereka seutuhnya.
Tetapi, saat penduduk Makkah hendak membubarkan diri, Abul Ash berkata kepada mereka dengan suara lantang, jiwa besar, dan semangat yang bergejolak.

“Wahai segenap kaum Quraisy! Apakah aku telah menunaikan kewajibanku kepada kalian?”

“Tentu saja, kaulah saudara kami yang terbaik! Semua telah kau tunaikan Abul Ash! Bahkan tanpa kurang sedikit apapun,” sahut mereka.

“Sekarang ketahuilah,” kata Abul Ash kemudian, “bahwa aku telah bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”

Mendengar itu sontak seluruh warga Makkah terdiam. Mereka kaget. Bergeming dengan kebisuan sejuta bahasa tatkala mendengar langsung apa yang diucapkan Abul Ash.

Rupanya Abul Ash ingin keimanannya itu berangkat dari suatu kekuatan, bukan kelemahan ataupun kehinaan. Agar kejujurannya tidak tercoreng, dan dapat mengucap dua kalimat Syahadat dengan mantap. Ia tunaikan terlebih dulu kewajibannya terhadap kaum Quraisy. Baru kemudian keimanan itu meledak buncah tak tertahankan. Keimanan ini membuat kaum Quraisy bungkam.

Tak lama setelah itu, Abul Ash pun bertolak menuju Madinah. Ia memutuskan untuk bergabung dengan segenap kaum Muslimin lainnya. Kabar keimanan Abul Ash segera diketahui Rasulullah. Begitu bahagianya Rasul mendengar berita itu. Dengan kelapangan hati dan tangan terbuka beliau mempersilahkan dan menerima Abul Ash menjadi bagian dari mereka kini. Terlebih Zainab, tatkala ia mendengar berita bahwa Abul Ash kini Islam, tak pelak tangis bahagia mengucur deras membasahi pipi. Ia sujud syukur terhadap rahmat dan karunia yang begitu besar ini.
Sesampainya dia di Madinah sambutan luar biasa pula dari kaum Muslim lainnya. Tak berselang lama setelah itu Nabi memutuskan untuk menikahkan kembali putrinya Zainab binti Muhammad dengan Abul Ash ibn al-Rabi’.

Pernikahan digelar sederhana, namun dengan kebahagian yang sulit dilukiskan kata-kata. Zainab dan Abul Ash beradu pandang. Mereka saling tersenyum. Senyum bahagia ketika mereka melepas rasa dahaga cinta setelah sekian lama berpisah. Rasa itu tetap sama, tak memudar sedikitpun benih kasih diantara mereka. Allah kembali mempertemukan mereka dengan Mahar istimewa berupa keislaman Abul Ash itu sendiri. Sayup-sayup air mata bahagia kembali menganak sungai di pipi keduanya.

Layar tertutup, kisah Abul Ash dan Zainab kini berakhir penuh takjub. Perjuangan lika-liku cinta yang begitu menggerus jiwa. Kisah yang tak aan lekang oleh waktu. Tentang kesetiaan cinta, pengorbanan, dan ketaqwaan terhadap Allah.

Tetapi, kebahagiaan itu ta berlangsung lama. Sungguh ironis. Di tahun ini pula (Tahun kedelapan Hijriah) setelah pernikahan mereka Zainab berpulang ke pangkuan Allah. Sungguh hal ini menjadi pukulan yang berat bagi Abul Ash dan juga Nabi. Berhari-hari Abul Ash dirundung duka mendalam. Ia menjadi sulit makan. Hingga tak lama setelah itu Abul Ash juga menyusul Zainab berpulang ke pangkuan Allah. Cinta sejati mereka dijalani dengan lika-liku yang begitu menggetaran siapa saja yang membaca. Kisah cinta sejati sesungguhnya. Mudah-mudahan mereka dipertemukan di Syurga.


Share:

Langganan Artikel Gratis
Masukan alamat email:

Delivered by FeedBurner

Merasa terbantu oleh blog ini?

Sobat bisa memberikan donasi via PayPal, klik tombol di bawah ini. Terima kasih.

Popular Posts